Thursday, August 18, 2011

DOA DAN FIRMAN ALLAH (II)

“Beberapa tahun lalu, seorang pria sedang mengembara di belantara Kentucky. Ia membawa sejumlah besar uang dan lengkap bersenjata. Ia menumpang di pondokan kayu semalam, namun sangat risau melihat rupa sangar orang-orang yang datang pergi ke penginapan ini. Ia lekas melepas lelah tapi tidak tidur. Di tengah malam ia dengar anjing-anjing menggonggong dengan buas dan ada suara seseorang masuk ke kabin. Mengintip lewat celah tembok kayu kamarnya, ia lihat seorang asing dengan pistol di tangannya. Yang lain duduk dekat perapian. Sang pengembara ini menyimpulkan bahwa mereka berencana merampoknya, maka ia bersiap melindungi dirinya dan hartanya. Tak lama kemudian, sang pendatang baru ini mengambil Alkitab, membaca satu pasal dengan keras, kemudian berlutut dan berdoa. Sang pengembara menyingkirkan rasa takutnya, meletakkan dan menyimpan pistolnya, berbaring tidur dengan damai sampai fajar menyingsing. Dan semua karena sebuah Alkitab ada di kabin, dan pemiliknya adalah manusia doa.” --   REV. F. F. SHOUP
DOA sangat menentukan kesuksesan kotbah Firman. Hal ini, Paulus ajar dengan jelas dalam permohonannya yang khas dan yang mendesak ke jemaat Tesalonika :
Selanjutnya, saudara-saudara, berdoalah untuk kami, supaya firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan. 2 Tesalonika 3:1
Doa membuka jalan untuk Firman Allah berlari tanpa halangan atau hambatan, dan menciptakan atmosfer yang kondusif bagi Firman mencapai tujuannya. Doa menaruh roda di bawah Firman Allah, dan memberi sayap ke malaikat Tuhan yang “padanya ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka yang diam di atas bumi dan kepada semua bangsa dan suku dan bahasa dan kaum.” (Wahyu 14:6) Doa sangat membantu Firman Tuhan.

Perumpamaan seorang penabur adalah pelajaran berharga tentang berkotbah, yang menunjukkan hasilnya yang berbeda-beda dan menelaah keragaman pendengar. Pendengar pinggir jalan sangatlah banyak jumlahnya (legion). Tanah menjadi terbengkalai entah oleh pikiran atau doa yang terdahulu; Akibatnya, iblis dengan mudah mengambil benih (yang adalah Firman Allah) dan menghambat semua impresi baik, dan menyebabkan pekerjaan sang penabur jadi sia-sia. Tak ada yang langsung percaya bahwa banyak usaha menabur Firman di masa kini akan tidak berbuah kecuali para pendengar mau menyiapkan tanah hati mereka jauh sebelumnya dengan doa dan perenungan.

Serupa dengan pendengar tanah berbatu dan pendengar semak berduri. Meskipun Firman tinggal di dalam hati mereka dan mulai bertunas, toh semuanya lenyap, terutama karena tidak ada doa atau kewaspadaan atau kultivasi sesudahnya. Pendengar tanah yang baik diuntungkan oleh penaburan Firman, benar-benar karena pikiran mereka telah disiapkan untuk menjamu benih itu, dan juga setelah mendengarnya, mereka mengkultivasi benih yang ditabur di hati mereka, dengan berdoa. Semua ini memberi titik berat istimewa pada kesimpulan perumpamaan impresif ini: “Camkanlah, karena itu, apa yang kau dengar!” (Markus 4:24—KJV) Dan agar kita dapat mencamkan apa yang kita dengar, maka kita perlu memberi diri kita secara kontinu berdoa.

Kita mesti percaya bahwa yang mendasari Firman Allah adalah doa, dan di atas doa, kesuksesan finalnya bergantung. Di kitab Yesaya, kita membaca :
Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya. Yesaya 55:11
Di Mazmur 19, Daud memagnifikasi Firman Allah dalam enam pernyataan mengenaiNya. Firman Allah menyegarkan jiwa, memberi hikmat pada orang yang tak berpengalaman, membuat orang mengerti, tetap ada untuk selamanya, benar dan adil semuanya. Firman Allah sempurna, pasti, benar, murni. Ia menyelidiki hati, dan di saat yang sama menyucikan, itu efeknya. Tidak heran oleh karena itu, setelah menimbang kedalaman spiritualitas Firman Allah, kuasaNya menyelidiki kodrat bagian dalam manusia dan kemurnianNya yang dalam, pemazmur wajib menutup disertasinya dengan penggalan Firman ini :
 “Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan?” Lalu berdoa begini: “Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. Lindungilah hamba-Mu, juga terhadap orang yang kurang ajar; janganlah mereka menguasai aku! Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar. Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku.” Mazmur 19:13-15
Yakobus mengenali spiritualitas yang dalam dari Firman, dan kuasa intrinsikNya yang menyelamatkan, di nasihat berikut :    
Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Yakobus 1:21
Dan Petrus juga menyampaikan hal yang sama, sewaktu mengkaji kuasa menyelamatkan dari Firman Allah:
Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal. 1 Petrus 1:23

Tidak hanya Petrus berbicara tentang kelahiran kembali, oleh benih Firman Allah yang tidak fana, tetapi juga ia memberi tahu kita bahwa supaya bisa bertumbuh dalam kasih karunia, kita harus sama seperti bayi yang baru lahir, yang berhasrat atau disokong oleh “air susu Firman” 1 Petrus 2:2—KJV

Kendati demikian, bukan berarti bahwa kata-kata harafiah belaka yang muncul di dalam Alkitab punya di dalamnya satupun efek menyelamatkan. Tetapi Firman Allah, ingatlah selalu, diresapi dengan Roh Kudus. Dan seperti halnya ada unsur Ilahi di dalam kata-kata Kitab Suci, maka juga unsur Ilahi yang samapun ditemukan di semua kotbah sejati Firman yang sanggup menyelamatkan dan menyegarkan jiwa.

Doa tanpa terkecuali memperanakkan kasih akan Firman Allah, dan mengeset orang-orang untuk membacanya. Doa memimpin orang-orang untuk menaati Firman Allah, dan menaruh ke dalam hati yang taat, suatu sukacita tak terkatakan. (1 Petrus 1:8) Pendoa dan pembaca Alkitab adalah sejenis. Allahnya Alkitab dan Allahnya doa adalah satu kesatuan. Allah berbicara ke manusia lewat Alkitab; manusia berbicara ke Allah lewat doa. Seseorang membaca Alkitab untuk mengetahui kehendak Allah; ia berdoa agar ia dapat menerima kuasa melakukan kehendakNya itu. Membaca Alkitab dan berdoa adalah ciri khas mereka yang berjuang keras mengenal Allah dan menyenangkanNya. Dan persis seperti doa memperanakkan kasih akan Firman Allah dan mengeset orang-orang untuk membaca Alkitab, maka, jugalah doa menyebabkan pria dan wanita mengunjungi rumah Allah, mendengar Kitab Suci dipaparkan. Rasa “senang ke gereja” sangat erat hubungannya dengan Alkitab, bukan semata-mata karena Alkitab mengingatkan kita, “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang,” (Ibrani 10:25) tetapi karena dalam rumah Allah, pelayan pilihan Allah mendeklarasikan FirmanNya ke orang-orang sekarat, menjelaskan Kitab Suci, dan meneguhkan pengajaran mereka pada pendengarnya. Dan doa menyemai suatu resolusi hati di dalam mereka yang berdoa, untuk tidak mengabaikan rumah Allah.

Doa memperanakkan kesadaran “senang ke gereja”, hati “cinta gereja”, roh “mendukung gereja”. Adalah orang-orang yang berdoa yang merasa penting menghadiri kotbah Firman; yang senang pembacaanNya; eksposisiNya; yang mendukungNya dengan pengaruh dan harta benda mereka. Doa mengagungkan Firman Allah dan memberiNya penghormatan mulia oleh mereka yang setia dan sepenuh hati berseru pada nama Tuhan. 

Doa menyerap seluruh kehidupannya dari Alkitab, dan tidak memiliki tempat berpijak di luar jaminan Kitab Suci. Eksistensinya dan karakternya terutama sekali bergantung pada wahyu yang dibuat Allah ke manusia dalam Firman suciNya. Doa, selanjutnya, mengagungkan pewahyuan tersebut, dan mengarahkan manusia sesuai Firman itu. Natur, ke-‘harus’-an dan karakter doa yang mengkomprehensifkan semua, berdasar pada Firman Allah.

Mazmur 119 adalah direktori Firman Allah. Dengan tiga atau empat pengecualian, setiap ayatnya mengandung suatu kata yang mengidentifikasi, atau menunjukkan dengan tepat Firman Allah. Sering sekali, sang penulis memecah dalam permohonan, beberapa kali berdoa, “ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku.” (Mazmur 119:12) Sebegitunya ia terpesona dengan keajaiban Firman Allah, dan kebutuhan akan Penerangan Ilahi dengan mana melihat dan mengerti hal-hal ajaib yang tertulis di sana maka ia dengan bergairah berdoa:
“Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu.” Mazmur 119:18
 Dari permulaan Mazmur ajaib ini sampai penghujungnya, doa dan Firman Allah saling berjalinan satu sama lain. Hampir setiap fasa Firman Allah disinggung oleh sang penulis berilham ini. Sebegitu penuhnya Ia diyakinkan tentang kuasa rohani yang dalam dari Firman Allah, sehingga ia membuat deklarasi ini :
Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau. Mazmur 119:11
Di sini, pemazmur temukan perlindungan terhadap dosa. Dengan memiliki Firman Allah tersimpan di hatinya; dengan seluruh dirinya sepenuhnya diresapi Firman itu; terbawa seluruhnya di bawah pengaruhnya yang lemah lembut dan menawan, ia dimampukan menjelajahi bumi, aman dari serangan si jahat, dan dibentengi dari kerawanan untuk terbawa ke jalan yang sesat. (Ulangan 27:18)  

Kita dapati, lebih lanjut, kuasa doa untuk menciptakan cinta sejati akan Kitab Suci, dan menaruh di dalam manusia suatu kodrat yang kesenangannya ialah Firman. Dalam kepenuhan kudus ia berseru, “Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.” (Mazmur 119:97) Dan lagi : “Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku.” (Mazmur 119:103)

Maukah kita berselera akan Firman Allah?  Maka marilah kita memberi diri kita berdoa kontinu. Ia yang mau punya hati membaca Alkitab, tidak boleh—jangan berani—lupa berdoa. Seorang yang padanya disebut, “kesukaannya ialah Taurat TUHAN,”(Mazmur 1:2) ialah seorang yang bisa sungguh-sungguh berkata, “aku suka mendatangi tempat doa.” Tak ada yang cinta Alkitab, yang tidak cinta berdoa. Tidak ada yang cinta berdoa, yang tidak senang Taurat Tuhan.

Tuhan kita adalah manusia doa, dan Ia memagnifikasi Firman Allah, dengan sering mengutip dari Kitab Suci. Melalui seluruh kehidupanNya di bumi, Yesus menjaga hari Sabat, “senang ke gereja”, dan pembacaan Firman Allah, dan doa berbaur dengan itu semua :
Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Lukas 4:16
 Jadi, marilah disebutkan, bahwa tidak ada dua hal yang lebih esensial untuk hidup dipenuhi roh dari pada membaca Alkitab dan doa tersembunyi; tak ada dua hal yang lebih menolong lagi untuk bertumbuh dalam kasih karunia; untuk mendapat suka cita terbesar dari hidup kekristenan; menuju keteguhan seseorang di jalan damai sejahtera abadi. Pengabaian dua tugas maha penting ini, memberi pertanda kurusnya jiwa, hilangnya sukacita, absennya damai sejahtera, keringnya roh, meluruhnya semua hal berkenaan dengan hidup spiritual. 

Mengabaikan hal-hal ini mengaspalkan jalan menuju kemurtadan, dan memberi si jahat keuntungan sedemikian, hingga tak mungkin rasanya ia abaikan. Membaca Firman Allah dengan teratur, dan kebiasaan berdoa di tempat tersembunyi yang Maha Tinggi menaruh seseorang di mana ia benar-benar aman dari serangan musuh jiwanya, dan menjaminnya keselamatan dan kemenangan akhir, melalui kuasa kemenangan Anak Domba. 

Disadur dari bab 13 buku "The Necessity of Prayer"
Karangan E.M Bounds

Thursday, June 2, 2011

Doa dan Firman Allah (I)

“Betapa seringnya, di Kitab Suci, kita jumpai kata-kata seperti ‘ladang’, ‘benih’, ‘penabur’, ‘penuai’, ‘musim menabur’, ‘musim menuai’! Pemakaian metafora seperti itu menginterpretasi suatu fakta alam oleh perumpamaan tentang kasih karunia. Ladang adalah dunia dan benih yang baik adalah Firman Allah. Entah Firman disampaikan lisan atau tertulis, Firman tetaplah kekuataan Allah yang menyelamatkan. Di pelayanan penginjilan kita, seluruh dunia adalah ladang kita, setiap mahluk adalah obyek usaha kita, dan setiap buku dan traktat, suatu benih Allah.”—DAVID FANT, JR

FIRMAN ALLAH adalah catatan doa—tentang manusia doa dan pencapaian mereka, jaminan Ilahi doa dan pemberian semangat pada mereka yang berdoa. Tak ada orang yang bisa mengerti peristiwa-peristiwa, perintah-perintah, contoh-contoh, beraneka ragam pernyataan yang melibatkan doa dengan hal-hal tersebut, tanpa menyadari bahwa kepentingan Allah dan hasil karyaNya di dunia ini didedikasikan ke doa; bahwa orang yang berdoa telah menjadi deputi Allah di bumi; bahwa orang yang tidak berdoa tidak pernah dipakaiNya.

Penghormatan pada Nama kudus Allah sangat erat hubungannya dengan penghargaan tinggi pada FirmanNya. Pengudusan nama Allah ini; kemampuan melakukan kehendakNya di bumi, seperti di surga; pembangunan dan kemuliaan kerajaan Allah, terlibat banyak di doa, sebanyak seperti ketika Yesus mengajar manusia, Doa Universal. Bahwa “mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu,”(Lukas 18:1) adalah perintah Allah yang fundamental, hari ini, yang sama fundamentalnya seperti ketika Yesus Kristus mengabadikan kebenaran besar itu dalam konteks abadi perumpamaan Janda yang Gigih.

Seperti rumahNya Allah disebut “rumah doa,” (Yesaya 56:7) karena doa adalah tugas sucinya yang paling penting; maka begitu juga Alkitab dapat disebut Buku Doa. Doa adalah tema besarnya dan isi pesannya untuk umat manusia. 

Firman Allah adalah asas, karena memang Firmanlah direktori dari doa iman. “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu,” kata Paulus, “mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” (Kolose 3:16) 

Pada saat Firman Kristus yang berdiam dalam kita dengan kaya, bertransmutasi dan berasimilasi, ia menghasilkan doa. Iman dikonstruksi atas Firman dan Roh, dan iman adalah tubuh dan zat doa. 

Di banyak aspeknya, doa bergantung pada Firman Allah. Yesus berkata :
“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Yohanes 15:7
Firman Allah adalah titik tumpu atas mana tuas doa diletakkan, dan oleh mana banyak hal digerakkan dengan luar biasa. Allah telah mengabdikan diriNya, tujuanNya dan janjiNya pada doa. FirmanNya menjadi asas, ilham doa kita, dan ada keadaan-keadaan yang mana, oleh doa gigih, kita dapat memperoleh penambahan, atau perluasan janjiNya. Dikatakan tentang orang-orang kudus masa silam bahwa mereka, “karena iman memperoleh apa yang dijanjikan.” (Ibrani 11:33) Akan terlihat di dalam doa, tampak kapasitas untuk berjalan melampaui Firman, sampai melampaui janjiNya, ke dalam hadirat terdalam Allah, diriNya sendiri.

Yakub bergumul, tidak banyak melawan suatu janji, sebanyak melawan sang Penjanji. Kita harus pegang erat sang Penjanji, supaya jangan janji itu terbukti sia-sia. Doa dapat diartikan dengan baik sebagai gaya yang memvitalkan dan mengenergikan Firman Allah, dengan memegang erat Allah, diriNya sendiri. Dengan memegang erat sang Penjanji, doa mengisukan ulang dan membuat janji jadi personal. “Tidak ada yang bangkit untuk berpegang kepada-Ku,” inilah ratapan sedih Allah. (Yesaya 64:7) “Biarkan mereka memegang kekuatan-Ku dan mencari damai dengan Aku, ya mencari damai dengan Aku," (Yesaya 27:5—KJV) itulah resep Allah untuk doa.

Oleh jaminan Kitab Suci, doa dapat dibagi ke dalam petisi iman dan penundukkan diri. Doa iman didasari atas Firman tertulis, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Roma 10:17) Iman menerima jawabannya, tak terelakkan—tepat persis hal-hal yang ia doakan. 

Doa penundukkan diri tidak punya perkataan janji definit, memang seperti itulah, tapi memegang erat Allah dengan roh rendah hati dan remuk, dan meminta dan memohonNya, untuk sesuatu yang jiwanya dambakan. Abraham tidak punya janji definit bahwa Allah akan mengampuni Sodom. Musa tidak punya janji definit bahwa Allah akan mengampuni Israel; sebaliknya, ada deklarasi murkaNya dan tujuanNya untuk menghancurkan. Tetapi sang pemimpin saleh memenangkan permohonannya dari Allah, sewaktu ia bersyafaat untuk umat Israel dengan doa tak putus-putusnya dan banyak air mata. Daniel tidak punya janji definit bahwa Allah akan mewahyukannya makna mimpi raja, tetapi ia berdoa spesifik, dan Allah menjawab dengan definit.

Firman Allah dibuat efektif dan operatif, oleh proses dan praktek doa. Firman Allah datang ke Elia, "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada Ahab, sebab Aku hendak memberi hujan ke atas muka bumi." (1 Raja-raja 18:1) Elia memperlihatkan dirinya kepada Ahab; tapi jawaban doanya tidak muncul, hingga ia mendesak doa menyalanya pada Tuhan tujuh kali. 

Paulus punya janji definit dari Kristus bahwa “ia akan diselamatkan dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain,” (Kisah 26:17—KJV) akan tetapi ia malah kita dapati mengajak jemaat Roma dalam suatu gaya tulisan yang urgen dan khidmat tentang hal ini :
Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku, supaya aku terpelihara dari orang-orang yang tidak taat di Yudea, dan supaya pelayananku untuk Yerusalem disambut dengan baik oleh orang-orang kudus di sana. Roma 15:30-31
Firman Allah adalah penolong luar biasa dalam doa. Jika Firman tinggal dan tertulis di dalam hati mereka, Ia akan membentuk arus doa yang mengalir keluar, penuh dan tak terbendung. Janji-janji, yang tersimpan di dalam hati, akan jadi bahan bakar, dari mana doa terima kehidupan dan kehangatan, persis seperti batu bara tersimpan di dalam bumi, melayani untuk kenyamanan kita saat badai dan malam musim dingin. Firman Allah adalah makanan, dengan mana doa dipelihara dan dibuat kuat. Doa, seperti manusia, tidak bisa hidup dari roti saja, “tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4)

Kecuali kekuatan vital doa dipasok oleh Firman Allah, doa, walau sungguh-sungguh, bahkan riuh dalam urgensinya, pada kenyataaanya, lembek, hambar, dan hampa. Absennya kekuatan vital dalam doa, bisa dirunut dari absennya pasokan konstan Firman Allah, untuk membaharui kehidupan (Yesaya 61:4) dan memperbarui hidup. Ia yang mau belajar berdoa dengan baik, harus pertama kali belajar Firman Allah, dan menyimpannya di ingatannya dan pikirannya. 

Ketika kita merujuk Firman Allah, kita dapati bahwa tak ada tugas lebih mengikat dan lebih dituntut selain daripada doa. Di sisi lain, kita temukan bahwa tak ada hak istimewa lebih diagungkan, tak ada kebiasaan hidup lebih kaya lagi yang dimiliki Allah, selain doa. Tak ada janji lebih beradiasi, lebih berlimpah, lebih eksplisit, lebih sering diulang, selain janji berkenaan dengan doa. “Apa saja yang kamu minta” (Matius 21:22) diterima dengan doa, karena “apa saja, apapun juga itu” telah dijanjikan. Tidak ada batas terhadap penyediaan, yang termuat di dalam janji akan doa, dan tidak ada pengecualian dari janji-janji itu. “Setiap orang yang meminta, menerima” (Matius 7:8). Kata-kata Tuhan kita memberi imbas sangat mendekap pada kita : “Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.” (Yohanes 14:14) 

Berikut beberapa pernyataan komprehensif dan detil dari Firman Allah tentang doa, hal-hal yang harus didayakan oleh doa, janji kuat yang dibuat untuk menjawab doa :
“berdoa tiada henti;” (I Tesalonika 5:17—KJV) “bertekunlah dalam doa;” (Kolose 4:2) “segera lanjutkan berdoa;” (Roma 12:12—KJV) “nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur;” (Filipi 4:6) “mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu;” (Lukas 18:1) “manusia harus berdoa di mana-mana;” (1 Timotius 2:8—KJV) “Berdoalah setiap waktu dalam segala doa dan permohonan;” (Efesus 6:18)
Sungguh jelas dan kuat pernyataan di atas yang ditulis di Catatan Ilahi, untuk menyiapkan kita dengan dasar iman yang teguh, dan untuk mendorong, mengharuskan, dan menyemangati kita berdoa! Amat luas bentangan doa, seperti yang diberi ke kita, dalam Pewahyuan Ilahi! Bagaimana ayat-ayat ini menggiatkan kita mencari Allah doa kita, dengan semua keinginan kita, dengan semua beban doa kita!

Sebagai tambahan pada pernyataan tertulis untuk menyemangati kita, Halaman Suci juga dikerumuni fakta, contoh, kejadian, dan observasi, yang menekankan pentingnya dan absolutnya ke-‘harus’-an doa, dan menitik beratkan pada kekuatannya yang sungguh berjaya.
Pencapaian maksimum dan manfaat penuh dari janji melimpah Firman Allah, harus dengan rendah hati diterima oleh kita, dan diuji. Dunia tidak akan pernah menerima manfaat penuh Injil hingga hal ini dilakukan. Tidaklah pengalaman orang Kristen, tidak juga hidup orang Kristen akan menjadi seperti yang seharusnya sampai janji-janji Ilahi ini telah sepenuhnya diuji oleh mereka yang berdoa. Melalui doa, kita bawa janji-janji dari kehendak kudus Allah ke dalam alam aktual dan nyata. Doa seperti batu bertuah (philosopher's stone) yang mentransmutasi janji jadi emas. 
Jika ditanyakan, apa yang harus dilakukan untuk mengubah janji Allah jadi kenyataan, jawabannya, kita harus berdoa, sampai perkataan janji itu ditutup bungkus gaun megah pengabulan doa. 

Janji Allah sama sekali terlalu besar untuk dikuasai oleh doa tak karuan. Saat kita menguji diri sendiri, terlalu sering, kita ketahui bahwa doa kita tidak bangkit mengatasi tuntutan situasi; sedemikan terbatasi sehingga doa sedikit lebih baik dari oasis belaka di tengah tanah gersang dan gurun pasir dosa dunia. Siapa dari kita, di dalam doanya, menyamai janji Tuhan kita ini :
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa.”  Yohanes 14:12
Amat komprehensif, amat jauh pencapaian, sungguh sangat mendekap! Betapa banyaknya hal ini untuk kemuliaan Allah, betapa banyaknya untuk kebaikan manusia! Betapa banyaknya manifestasi kuasa takhta Kristus, betapa banyaknya upah bagi iman yang berlimpah! Dan betapa besar dan mempesonanya hasil yang bisa dibuat berbunga-bunga dari praktek yang sepadan dengan doa mempercayai!

Lihatlah, barang sejenak, pada janji besar Allah lainnya, dan dapati bagaimana kita dapat ditunjang oleh Firman saat kita berdoa, dan di atas batu pijakan apa kita dapat berdiri, atas mana memberi petisi kita ke Allah kita:
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:7)
Di kata-kata komprehensif ini, Allah menyerahkan diriNya pada keinginan umatNya. Saat Kristus menjadi semua di dalam semuanya kita, doa menaruh harta karun Allah di kaki kita. Kekristenan primitif punya solusi mudah dan praktis terhadap situasi dan memperoleh semua yang Allah harus berikan. Solusi simpel dan ringkas itu dicatat di surat pertama Rasul Yohanes :
“Dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” (1 Yohanes 3:22)
Doa, digandeng dengan ketaatan oleh kasih, adalah jalan untuk menguji janji Allah dan membuat doa menjawab semua harapan dan semua hal. Doa digabungkan ke Firman Allah, menguduskan dan menyucikan semua pemberian Allah. Doa bukanlah supaya sekedar mendapat sesuatu dari Allah, tapi untuk membuat hal-hal itu kudus, yang sudah diterima dariNya. Doa bukanlah sekedar mendapat berkat, tapi juga agar bisa memberi berkat. Ia membuat hal-hal biasa menjadi suci dan hal-hal sekuler jadi kudus. ia menerima hal-hal dari Allah dengan pengucapan syukur dan menguduskannya dengan hati bersyukur, dan ibadah khusyuk.  

Di surat pertama ke Timotius, Paulus memberi kita kata-kata ini :
Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa. 1 Timotius 4:4-5

Ayat itu adalah pernyataan negatif atas pertapaan picisan (asketisme). Pemberian Allah yang baik harusnya kudus, bukan hanya oleh kuasa kreatif Allah, tetapi juga karena mereka dibuat kudus untuk kita oleh doa. Kita menerimanya, menguntukkannya, dan menyucikannya dengan doa.

Melakukan kehendak Allah, dan mempunyai FirmanNya tinggal di dalam kita, bersifat imperatif untuk doa mujarab. Namun, dapat ditanyakan, bagaimana kita tahu apa kehendak Allah?  Jawabannya, dengan mempelajari FirmanNya, menyimpannya di hati kita, dan membiarkan Firman berdiam di dalam kita dengan melimpah. “Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang.” (Mazmur 119:130)

Untuk mengetahui kehendak Allah dalam doa, kita harus dipenuhi dengan Roh Allah, yang bersyafaat untuk orang-orang kudus, dan di dalam orang-orang kudus, sesuai kehendak Allah (Roma 8:27). Untuk dipenuhi dengan Roh Allah, untuk dipenuhi dengan Firman Allah, sama artinya mengetahui kehendak Allah. Artinya kita harus ditaruh di dalam kerangka berpikir sedemikian, didapati dalam keadaan hati sedemikian, yang akan memampukan kita membaca dan menafsirkan tepat tujuan Sang Infinit. Kepenuhan hati seperti itu, dengan Firman dan Roh, memberi kita wawasan ke dalam kehendak Bapa, dan memampukan kita menilai dengan benar kehendakNya, dan menaruh di dalam kita, suatu kecondongan pikiran dan hati untuk menjadikan kehendakNya petunjuk dan kompas hidup kita. 

Epafras berdoa supaya orang-orang Kolose, “berdiri teguh dengan segala hal yang dikehendaki Allah.” (Kolose 4:12) Ini bukti positif bahwa, tidak hanya harus kita ketahui kehendak Allah, tetapi juga kita harus mengetahui segala hal yang dikehendaki Allah. Dan tidak hanya harus kita ketahui semua kehendak Allah, tapi kita harus melakukan semua kehendak Allah. Kita harus, selain itu, melakukan kehendak Allah, tidak kadang-kadang, atau hanya impuls sesaat saja, tetapi dengan tabiat yang dibiasakan terus menerus. Lebih jauh lagi, hal ini menunjukkan kita bahwa kita harus tidak hanya melakukan kehendak Allah secara eksternal, tetapi dari hati, melakukannya dengan riang, tanpa keengganan, atau keseganan tersembunyi, tanpa undur diri dari atau tanpa menahan diri dari hadirat intim Tuhan. 
sumber : bab 12 buku 'The Necessity of Prayer' oleh E.M. Bounds

Thursday, May 5, 2011

Doa dan Yakin


“Suatu sore, saya pulang kantor di New York dengan angin cukup dingin bertiup kencang di muka saya. Saya kira saya bawa selempang tebal nan hangat saya, tapi ketika saya terus berjalan melawan badai, selendang itu hilang. Saya berbalik, mencari sepanjang jalan, menggeledah kantor saya, tapi sia-sia. Lalu saya sadar, saya pasti sudah menjatuhkannya, dan berdoa pada Allah supaya saya bisa menemukannya; sebab dalam cuaca buruk seperti itu, akan sangat beresiko meneruskan perjalanan tanpa selempang. Saya cari lagi, ke sana kemari sepanjang jalan, tapi tak berhasil. Tiba-tiba, saya lihat seorang pria di seberang jalan memegang sesuatu di tangannya. Saya menyebrang dan bertanya padanya apakah itu selempang saya? Ia serahkan ke saya dan berkata, ‘Selempang ini tertiup angin dan sampai ke saya.’ IA yang mengendarai badai, telah memakai angin sebagai cara menjawab doa”—WILLIAM HORST
DOA tidak berdiri sendiri. Ia bukanlah tugas terisolasi dan prinsip independen. Doa hidup dalam asosiasi dengan tugas orang Kristen lainnya, menikahi prinsip lainnya, sekutu dari kasih karunia lainnya. Tapi bagi iman, doa adalah kesatuan tak terpisahkan. Iman memberinya warna dan nada, membentuk karakternya, dan mengamankan hasilnya.

Yakin (trust) adalah iman menjadi absolut, tersahkan, terpenuhi. Ada, saat dikatakan semua sudah selesai, semacam taruhan dalam iman dan prakteknya. Tetapi yakin adalah percaya dengan teguh, iman mekar sempurna. Yakin adalah tindakan sadar, fakta yang kita bisa rasakan. Menurut konsep Kitab Suci, ia adalah mata dari jiwa lahir baru, dan telinga dari jiwa yang dibaharui. Adalah perasaan jiwa, mata rohani, telinga, kecapan, perasaan—masing-masing dan semua hal inilah yang berkaitan dengan yakin. Amat berkilau, amat istimewa, amat sadar, amat berkuasa, dan lebih dari itu semua, betapa Alkitabiahnya yakin yang demikian! Betapa berbedanya dengan banyak bentuk kepercayaan modern, yang begitu rapuh, kering dan dingin! Fasa-fasa kepercayaan baru ini tidak membawa keinsafan dari kehadiran mereka, tak ada buah “sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan” (1 Petrus 1:8) dihasilkan dari prakteknya. Mereka, sebagian besar, berpetualang dalam keboleh jadian jiwa. Tak ada yakin teguh nan aman dalam apa saja. Seluruh transaksi terjadi di alam Mungkin dan Barangkali.

Yakin bagaikan hidup, ialah perasaan, walau lebih dari hanya perasaan. Hidup tak berasa adalah kontradiksi; yakin tak berasa ialah salah kaprah, lamunan, kontradiksi. Yakinlah yang amat berasa dari semua atribut perasaan. Ia seluruhnya perasaan, dan berkarya hanya oleh kasih. Kasih tak berasa sama mustahilnya dengan yakin tak dirasakan. Yakin yang kini kita bicarakan adalah suatu keinsafan. Keinsafan tak berasa? Sungguh janggal!

Yakin melihat Allah melakukan hal-hal di sini dan kini. Ya, lebih lagi. Ia bangkit jadi bukit megah dan melihat ke dalam yang tak terlihat dan kekal, menyadari bahwa Allah telah melakukan banyak hal, dan menganggapnya selesai dilakukan. Yakin membawa kekekalan ke dalam tawarikh dan ihwal waktu, menjelmakan hakikat harapan jadi realitas pencapaian, dan mengubah janji jadi pemilikan masa kini. Kita tahu saat kita yakin sama halnya kita tahu kita melihat, sama halnya kita menyadari indra peraba kita. Yakin melihat, menerima, memegang. Yakin itu sendirilah saksinya.

Toh, sering kali, iman terlalu lemah untuk mendapat yang terbaik dari Allah dengan segera; jadi ia mesti menunggu dalam ketaatan oleh kasih, yang kuat, penuh doa, dan yang menekan, sampai ia bertumbuh dalam kekuatan dan mampu membawa turun kekekalan, ke dalam alam pengalaman dan waktu.

Di poin ini, yakin memassakan semua gayanya. Di sini ia memegang. Dan dalam pergulatan, sambaran yakin semakin dahsyat, dan menggapai, untuk dirinya, semua yang Allah telah lakukan bagi yakin menurut hikmat kekalNya dan kecukupan kasih karunia. 

Di perihal menunggu dalam doa, doa yang terhebat, iman bangkit ke tingkat tertingginya dan menjadi benar-benar hadiah Allah. Ia menjadi watak terberkati dan ekspresi jiwa yang diamankan oleh hubungan konstan dengan dan lamaran tanpa lelah pada Allah. 

Yesus Kristus mengajar jelas bahwa iman adalah syarat atas mana doa dijawab. Saat Tuhan kita mengutuk pohon ara, para murid amat terkejut melihat keringnya pohon ara benar-benar terjadi, dan tanggapan mereka mengindikasi mereka dalam keluguan. Saat itulah Yesus berkata, “Percayalah kepada Allah!” (Markus 11:22)
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya.” Markus 11:23
Di mana-mana, yakin tidak bertumbuh sesiap dan sekaya seperti di dalam kamar doa. Pemekarannya dan perkembangannya pesat dan sehat saat mereka teratur dan baik-baik dijaga. Saat pertunangan ini tulus, penuh, dan bebas, yakin mekar dengan sangat baik. Mata dan hadirat Allah memberi hidup bergairah kepada yakin, sama seperti mata dan hadirnya matahari membuat buah dan bunga tumbuh, dan semuanya gembira dan bersinar dalam hidup lebih penuh.

“Percayalah kepada Allah,” (Markus 11:21) dan “Dalam Tuhan aku percaya” (Filipi 2:24) membentuk prinsip kunci dan pondasi doa. Pada mulanya, bukanlah yakin dalam Firman Allah, tetapi sebetulnya, yakin dalam Pribadi Allah. Karena yakin dalam Pribadi Allah harus mendahului yakin dalam Firman Allah. “Kau percaya kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku,” (Yohanes 14:1—KJV) adalah tuntutan yang Tuhan kita buat atas keyakinan pribadi murid-muridNya. Pribadi Yesus Kristus harus menjadi sentral di mata yakin. Kebenaran besar ini Yesus coba impresikan pada Marta saat saudaranya meninggal di rumah di Betania. Marta memaksa percayanya dalam fakta kebangkitan saudaranya. 
"Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman."  Yohanes 11:24

Tuhan angkat yakinnya Martha di atas fakta belaka kebangkitan, ke diriNya pribadi, dengan berkata :
“Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?" Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia." Yohanes 11:25-27
Yakin, pada fakta historis atau pada catatan belaka dapat menjadi hal yang sangat pasif, tapi yakin pada seseorang, memvitalisasi kualitasnya, membuatnya berbuah, dan mengimpartasi kasih. Yakin yang mengimpartasi doa, berpusat pada Seseorang.

Yakin melangkah bahkan lebih jauh dari ini. Yakin yang mengilhami doa kita tidak boleh hanya yakin dalam Pribadi Allah dan Kristus, tetapi pada kemampuan dan kesudian Allah mengabulkan hal yang didoakan. Bukan hanya “Percayalah kepada Tuhan,” tetapi juga, “sebab Tuhan Allah adalah gunung batu yang kekal.” (Yesaya 26:4)

Yakin yang Tuhan kita ajarkan sebagai syarat doa mujarab, bukanlah dari kepala tapi dari hati. Ini adalah yakin yang “tidak bimbang hatinya.” (Markus 11:23) Yakin seperti itu punya jaminan Ilahi bahwa ia akan dihargai dengan jawaban besar dan memuaskan. Janji kuat Tuhan kita menurunkan iman ke masa kini, dan memastikan jawaban masa kini.

Percayakah kita tanpa ragu? Saat kita berdoa, percayakah kita, bukan kita akan terima hal-hal yang kita minta suatu hari nanti, tapi kita terima di tempat itu, saat itu juga? Begitulah pengajaran dari Kitab Suci yang inspirasional ini. Betapa kita butuh berdoa, "Tuhan tambahkanlah iman kami," (Lukas 17:5) sampai ragu menyingkir, dan yakin tulus mengklaim berkat yang dijanjikan, sebagai sungguh miliknya sendiri.

Ini bukan syarat yang mudah. Ini tercapai hanya setelah banyak gagal, setelah banyak berdoa, setelah banyak menanti, setelah banyak pencobaan iman. Kiranya iman kita begitu bertambah sampai kita sadar dan menerima semua kepenuhan yang ada dalam Nama yang menjamin melakukan begitu banyak.

Tuhan kita menaruh yakin sebagai pondasi paling dasar dari doa. Latar belakang doa ialah yakin. Seluruh hasil pelayanan Kristus dan karyaNya bergantung pada yakin tulus dalam BapaNya. Pusat dari yakin adalah Allah. Gunung kesulitan, dan semua rintangan lainnya dari doa dicampakkan dari jalan oleh yakin dan mitra maskulinnya, iman. Ketika yakin sudah sempurna dan tanpa ragu, doa sederhananya adalah tangan yang terulur, siap menerima. Yakin yang disempurnakan ialah doa disempurnakan. Yakin berharap menerima hal yang diminta—dan mengambilnya. Yakin bukanlah percaya Allah bisa dan akan memberkati, namun Ia memberkati di sini dan kini. Yakin selalu beroperasi di masa sekarang. Harapan melihat masa depan. Yakin melihat masa kini. Harapan mengharap. Yakin memiliki. Yakin menerima apa yang doa dapatkan. Sehingga apa yang doa butuh, di semua waktu, ialah yakin yang tinggal menetap dan melimpah.

Kurangnya yakin yang patut diratapi dan hasil gagal para murid melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka untuk dilakukan, terlihat di kasus anak yang sakit ayan, yang dibawa bapanya ke sembilan muridNya sementara Tuhan mereka      sedang di atas Gunung Transfigurasi. Seorang anak, sangat menderita, dibawa ke orang-orang ini untuk disembuhkan dari penyakitnya. Mereka telah diamanatkan melakukan teutama sekali pekerjaan seperti ini. Ini adalah bagian misi mereka. Mereka coba mengusir iblis dari sang anak, tetapi gagal total. Iblis terlalu kuat bagi mereka. Mereka dipermalukan karena gagal, dan dipenuhi rasa malu, sementara musuh mereka bersorak-sorai. Di tengah-tengah kebingungan insiden kegagalan, Yesus mendekat. Ia diinformasikan keadaannya dan diberi tahu kondisi sehubungan dengan itu. Inilah cerita berikutnya:
“Maka kata Yesus: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!" Dengan keras Yesus menegor dia, lalu keluarlah setan itu dari padanya dan anak itupun sembuh seketika itu juga.  Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?" Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. (Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa.)"  Matius 17:17-21
Di manakah terletak susahnya orang-orang ini? Mereka telah teledor membina iman mereka dengan doa, dan akibatnya, keyakinan mereka gagal sama sekali. Mereka yakin, tidak pada Allah, ataupun Kristus, apalagi kesahihan misiNya atau misi mereka. Seperti itu jugalah, yang telah terjadi tak hingga banyaknya sampai sekarang, dalam tak terhitung banyaknya krisis di gereja Allah. Kegagalan disebabkan kurangnya yakin, atau lemahnya iman, dan ini, sebaliknya, dari kurangnya berdoa. Banyak kegagalan upaya kebangunan rohani dapat dirunut dari alasan yang sama. Iman tidak dipelihara dan dibuat berkuasa oleh doa. Lalainya kamar doa adalah sebab dari kebanyakan kegagalan rohani. Dan hal ini juga berlaku dalam pergumulan pribadi kita melawan iblis seperti halnya saat kita berusaha maju berperang mengusir iblis. Seringnya berlutut dalam persekutuan pribadi dengan Allah, adalah satu-satunya kepastian bahwa kita akan memilikiNya dengan kita entah dalam pergumulan pribadi kita, atau upaya kita memenangkan pendosa.

Di mana-mana, di saat mendekatnya orang-orang padaNya, Tuhan kita menaruh yakin pada diriNya, dan keIlahian misiNya, di garis terdepan. Ia memberi tiada definisi yakin, dan ia meramaikan tiada diskusi teologi, maupun analisisnya; sebab Ia tahu bahwa manusia akan melihat apa itu iman dari apa yang iman lakukan; dan dari praktek bebasnya, yakin bertumbuh, spontan dalam hadiratNya. Itu hasil karyaNya, kuasaNya, dan PribadiNya. Hal-hal ini menghiasi dan menciptakan atmosfer sangat kondusif untuk praktek dan perkembangan yakin. Yakin sama sekali terlalu mengagumkan sederhana untuk arti lisan; terlalu tulus dan spontan untuk terminologi teologi. Kesederhanaan yang sangat dari yakin, itulah yang mengguncangkan orang-orang. Mereka berpaling pada hal-hal besar yang akan datang, padahal "firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8)

Sewaktu kabar dukacita kematian putrinya diberi tahu ke Yairus, Tuhan kita menyela: "Jangan takut,” Ia berkata dengan santai, “percaya saja!" (Markus 5:36) Pada wanita yang mengalami pendarahan, yang takut gemetar di hadapanNya, Ia berkata :
"Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!" Markus 5:34
Saat dua orang buta mengikutiNya, memaksa masuk ke rumah, Ia berkata :
"Jadilah kepadamu menurut imanmu." Maka meleklah mata mereka.” Matius 9:29-30
Ketika orang lumpuh diturunkan lewat atap rumah di mana Yesus tengah mengajar, dan ditempatkan di hadapanNya oleh keempat temannya, tercatat berikutnya :
“Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." Matius 9:2
Sewaktu Yesus menyuruh pulang perwira yang hambanya sakit parah, yang datang ke Yesus dengan doa agar Yesus mengucapkan Firman kesembuhan, tanpa perlu pergi ke rumahnya, Ia lakukan dengan cara berikut :
“Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya.” Matius 8:13
Saat penderita kusta yang malang sujud menyembah di kaki Yesus dan menjerit meminta pertolongan, "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku," (Matius 8:2) Yesus segera mengabulkan permintaannya dan pria itu memuliakanNya dengan suara nyaring. Kemudian Yesus berkata padanya, "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau." (Lukas 17:19)

Perempuan Siro-fenisia datang pada Yesus membawa perkara putrinya yang sangat menderita, seakan-akan dialah yang menderita, "Tuhan, tolonglah aku," (Matius 15:25) sembari melakukan perjuangan heroik nan mengagumkan. Yesus menghargai imannya dan doanya, Ia berkata :
"Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.” Matius 15:28
Setelah para murid gagal total menengking iblis dari anak yang sakit ayan, ayah dari anak itu datang ke Yesus dengan tangisan tersedu-sedu dan hampir putus asa, “Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." Tetapi Yesus menjawab, "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:22-23)

Bartimeus buta sedang duduk di pinggir jalan, mendengar Tuhan kita saat Ia lewat, dan berteriak memilukan dan hampir putus asa, “"Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:48) Telinga peka Tuhan kita segera menangkap suara doa, dan Ia berkata ke pengemis itu :
"Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.” Markus 10:52
Kepada wanita yang menyesali dosanya, yang menangis, yang membasuh kakiNya dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, Yesus mengucapkan kata-kata bahagia menghibur jiwa : "Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!" (Lukas 7:50)

Suatu hari Yesus menyembuhkan sepuluh penderita kusta bersamaan, menjawab kesatuan doa mereka, "Yesus, Guru, kasihanilah kami," (Lukas 17:13) dan Ia memberi tahu mereka untuk pergi dan memperlihatkan diri mereka ke imam-imam. “Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.” (Lukas 17:14)

sumber: Bab 3 buku "The Necessity of Prayer" karangan EM Bounds

Saturday, April 2, 2011

Doa dan Iman (II)


“Para tamu di suatu hotel sedang diganggu ketikan tuts berulang-ulang sebuah piano, oleh seorang gadis kecil yang tidak punya pengetahuan musik. Mereka mengeluh pada pemilik hotel dengan harapan keusilan itu dihentikan. ‘Saya minta maaf anda terganggu,’ katanya, ‘Tapi gadis ini anak dari salah satu tamu terbaik saya. Saya hampir tidak mungkin menghalanginya menyentuh piano. Tetapi bapanya yang sedang pergi satu dua hari, akan pulang besok. Kalian setelahnya dapat menghampiri dia dan membereskan masalah ini.’ Ketika bapanya pulang, ia melihat putrinya di ruang resepsionis dan seperti biasa memetik-metik piano. Ia berjalan dari belakangnya dan menaruh tangannya di bahu putrinya, memegang tangan anaknya, dan memainkan beberapa lagu sangat indah. Demikianlah halnya kita dan demikianlah kelak, suatu hari nanti. Saat ini, kita hanya bisa memainkan lagu yang sumbang dan bising, tetapi suatu hari, Tuhan Yesus akan mengambil tangan doa dan iman kita dan memakainya untuk menciptakan lagu Surgawi”—Anonim

IMAN yang sahih nan sejati haruslah definit/tertentu dan lepas dari ragu. Bukan sekedar biasa-biasa dalam karakter; bukan kesadaran picisan pada diri, kebaikan dan kuasa Allah; tetapi suatu iman yang percaya segala hal “yang dikatakannya itu akan terjadi” (Markus 11:23). Seperti iman itu spesifik, maka seperti itulah, jawabannyapun juga definit : “maka apa saja yang kamu minta akan diberikan kepadamu” (Markus 11:24). Iman dan doa memilih hal demi hal dan Allah menyerahkan diriNya melakukan tepat persis yang iman dan doa tak putus-putus nominasikan, dan petisikan padaNya agar diselesaikan.

Alkitab ARV(American Revised Version), menggubah ayat ke-dua puluh empat pasal sebelas kitab Markus, demikian : “Karena itu Aku berkata kepadamu, semua hal apapun juga itu, yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, dan kau akan menerima semuanya itu.” Iman yang sempurna selalu menjaga dalam genggamannya apa yang doa sempurna minta. Sungguh besar dan lengkap luas daerah operasi : “Semua hal apapun juga itu”! Betapa definit dan spesifiknya janji—“Kau akan menerima semuanya itu.”

Pokok persoalan kita ialah iman kita—soal pertumbuhannya, dan aktivitas kedewasaannya yang dahsyat. Iman yang menggapai dan menjaga dalam genggamannya semua hal yang sangat dimintanya, tanpa ragu, sangsi, ataupun takut—itulah iman yang kita butuhkan—iman seperti itulah mutiara yang sangat berharga (Matius 13:46), di dalam proses dan praktek doa.

Pernyataan Tuhan kita tentang iman dan doa yang dikutip sebelumnya sangat-sangat penting. Iman harus definit, spesifik; permohonan lengkap lagi jelas untuk hal-hal yang diminta. Iman bukanlah suatu yang berbayang-bayang, samar-samar, tak pasti; ia mestinya sesuatu yang lebih dari kepercayaan abstrak pada kehendak Allah dan kemampuanNya melakukan bagi kita. Ia harus berupa permintaan definit nan spesifik, dan mengharapkan hal-hal yang mana kita minta. Perhatikan bacaan Markus 11:23 :

“Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya.”

Seberapa definitnya iman dan permintaan, demikianlah definitnya jawabannya. Yang diberikan bukanlah sesuatu selain yang didoakan, tetapi hal-hal aktual yang dicari dan disebut. “Ia akan mendapatkan apapun juga yang ia minta.” (Markus 11:23—KJV) Frasa, “Ia akan mendapatkan”, sangatlah imperatif (bersifat perintah—red). Hal pengabulan mestinya tak terbatas dalam kualitas dan kuantitas.

Iman dan doa memilih subyek untuk petisi, dengan jalan itu menentukan apa yang akan Allah lakukan. “Ia akan mendapatkan apapun juga yang ia minta.” (Markus 11:23—KJV) Kristus menyiapkan diriNya mensuplai persis dan penuh, semua yang diminta iman dan doa. Jika pesanan pada Tuhan dibuat jelas, spesifik, dan definit, Allah akan mengisinya, tepat dan selaras seperti apa yang diminta. 

Iman bukanlah kepercayaan abstrak pada Firman Allah, ataupun keyakinan mental belaka, apalagi pengertian dan kehendak yang lugu mengiyakan; bukan juga penerimaan pasif fakta-fakta, berapapun lengkapnya dan sakralnya. Iman adalah suatu operasi Allah, penerangan Ilahi, energi suci yang ditanamkan Firman Allah dan Roh dalam jiwa manusia, suatu prinsip Ilahi dan spiritual yang mengambil Sang Supernatural dan membuatNya menjadi sesuatu yang dapat dipahami kemampuan waktu dan indra. 

Iman berurusan dengan Allah, dan sadar akan Allah. Ia berurusan dengan Tuhan Yesus dan melihat seorang JuruSelamat di dalam Dia; ia berurusan dengan Firman Allah dan merenggut kebenaran; ia berurusan dengan Roh Allah, dan digairahkan dan diinspirasi api kudusNya. Allah adalah tujuan utama dari iman; sebab iman bersandar penuh pada FirmanNya. Iman bukanlah tindakan jiwa tanpa tujuan, tetapi pandangan pada Allah dan sandaran pada janjiNya. Seperti halnya kasih dan harapan selalu punya tujuan, begitu juga iman. Iman tidak hanya percaya segala sesuatu; Ia percaya Allah, bersandar padaNya, meyakini FirmanNya.

Iman melahirkan doa, dan bertumbuh lebih kuat, menyerang lebih dalam, naik lebih tinggi, dalam pergumulan dan pergulatan petisi adikuasa. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, jaminan dan realisasi dari warisan orang-orang kudus. Iman, juga, rendah hati dan berteguh hati. Ia bisa menunggu dan berdoa; iman bisa diam di atas lututnya, atau berbaring di atas debu. Imanlah satu-satunya syarat utama dari doa; kurangnya iman mengakari semua doa yang buruk, doa yang rapuh, doa yang sedikit, doa tak terjawab.

Kodrat dan makna iman lebih terdemonstrasi dari apa yang ia lakukan daripada definisi apapun yang melatarinya. Jadi, jika kita berpaling ke catatan iman yang diberi ke kita dalam gulungan maha terhormat, yang menyusun pasal kesebelas kitab Ibrani, kita melihat suatu hasil gemilang dari iman. Sungguh mulia daftar ini—dari pria dan wanita iman! Betapa menakjubkan prestasi-prestasi yang dicatat, dan ditujukan memuji iman! Sang penulis berilham, yang menguras sumber dayanya menginventori orang-orang kudus Perjanjian lama—yang adalah contoh masyhur dari iman yang menakjubkan—akhirnya  berteriak : 
“Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi,” Ibrani 11:32
Lalu penulis kitab Ibrani, melanjutkan pula, dalam alunan indah, menceritakan tindakan heroik tak tercatatkan yang dikerjakan lewat iman orang-orang masa silam, yang “dunia ini tidak layak bagi mereka.” (Ibrani 11:38) “Dan mereka semua,” katanya, “iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik.” (Ibrani 11:39)

Betapa era pencapaian mulia akan terbit bagi gereja dan dunia, hanya jika, dapat kembali muncul ras orang-orang kudus dengan iman dan doa adikuasa yang sedemikian! Bukan luar biasa intelektual yang gereja butuhkan; lebih-lebih lagi orang kaya raya yang waktu tuntut. Bukan orang-orang dengan pengaruh sosial yang besar yang hari ini perlukan. Di atas semua orang dan semua hal lainnya, manusia-manusia iman, pendoa-pendoa adikuasa, pria dan wanita yang seperti orang-orang kudus dan pahlawan yang disebut satu persatu di kitab Ibrani, yang “iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik”(Ibrani 11:39), merekalah yang gereja dan seluruh ras manusia di dunia butuhkan. 

Banyak orang, masa kini, beroleh “kesaksian yang baik” karena amal mereka, karena kepandaian bawaan dan bakat yang hebat, tapi sedikit yang beroleh “kesaksian yang baik” karena iman mereka yang hebat dalam Allah, atau karena hal-hal menakjubkan yang tengah dikerjakan lewat doa-doa hebat mereka. Saat ini, sama seperti kapanpun juga, kita butuh manusia dengan iman yang dahsyat dan yang hebat dalam doa. Kedua hal ini adalah kebajikan pokok yang membuat manusia besar di mata Allah, dua hal yang menciptakan kondisi kesuksesan spiritual sejati di dalam hidup dan karya gereja. Inilah persoalan utama kita untuk tetap menjaga iman dengan kualitas dan tekstur sedemikian, yang berkenan bagi Allah; yang menggapai, dan memegang dalam genggamannya, hal-hal yang dimintanya, tanpa ragu dan takut.

Ragu dan takut adalah seteru kembarnya iman. Kadang-kadang, mereka justru merebut tempat iman, dan walau kita berdoa, doa yang resah pula gelisah yang kita panjatkan, tidak tenang dan sering mengeluh. Petrus gagal berjalan di atas danau Genesaret sebab ia membiarkan ombak memecah dia dan merendam kuasa imannya. Tak lagi memandang Tuhan dan menatap air yang membanjirinya, ia mulai tenggelam dan harus berteriak minta bantuan—"Tuhan, tolonglah aku!" (Matius 14:30)

Ragu jangan pernah dirawat, apalagi disimpan takut. Janganlah ada yang suka takut dan ragu akan khayalan jadi martir. Tak ada pujian bagi kapasitas mental manusia apapun yang suka ragu akan Allah, dan tak ada kenyamanan didapat dari pikiran seperti itu. Mata kita mestinya tidak melihat diri sendiri, dijauhkan dari kelemahan pribadi, dan direlakan bersandar sepenuhnya pada kekuatan Allah. “Janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya.” (Ibrani 10:35) Iman simpel dan membuat percaya, yang hidup dari hari ke hari, dan yang menyerahkan kuatirnya pada Tuhan (Yesaya 55:23), tiap jam tiap harinya, akan mengusir takut, menghalau waswas dan membebaskan dari ragu :
 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” Filipi 4:6
Ayat ini adalah penawar Ilahi untuk semua ketakutan, kegelisahan, keprihatinan jiwa yang tak mestinya, yang semuanya itu bertalian erat dengan ragu dan tak percaya. Inilah resep Ilahi untuk mengamankan damai sejahtera yang melampaui segala pengertian, dan menjaga hati dan pikiran dalam ketenangan dan kedamaian. 

Semua kita mesti baik-baik menyimak dan memperhatikan peringatan di kitab Ibrani : “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup.” (Ibrani 3:12)

Kita mesti, juga, berhati-hati dengan ketidak percayaan, seolah-olah kita akan melawan musuh. Iman mesti dibina. Kita patut terus berdoa, "Tambahkanlah iman kami," (Lukas 17:5) karena iman rentan bertambah. Kagumnya Paulus akan jemaat Tesalonika, dikarenakan iman mereka pesat bertambah (2 Tesalonika 1:3—KJV). Iman bertambah karena dilatih, dengan sering dipakai. Ia dipupuki oleh pencobaan pedih.
 “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” 1 Petrus 1:7
Iman tumbuh karena membaca dan merenungkan Firman Tuhan. Biasanya, yang terbaik, iman tumbuh subur dalam suatu atmosfer doa.

Alangkah baiknya, bila semua kita berhenti, dan bertanya personal ke diri sendiri : “Adakah aku iman dalam Tuhan? Adakah aku iman sejati, —iman  yang menjagaku dalam damai sempurna, tentang hal-hal di bumi dan di surga?” Inilah pertanyaan paling penting seorang bisa ajukan dan harapkan dijawab. Dan ada pertanyaan lain, bertalian erat dengan itu, dalam makna dan signifikansi—“Apakah kubenar-benar berdoa pada Allah agar Ia mendengarku dan menjawab doaku? Dan apakah kusungguh-sungguh berdoa kepada Allah sehingga kudapat langsung dari Allah hal-hal yang kuminta dariNya?”

Kaisar Augustus dikatakan mengawali Roma kota kayu dan mengakhirinya kota marmer. Gembala yang sukses mengubah jemaatnya dari orang-orang yang tak berdoa menjadi pendoa, telah melakukan karya lebih dahsyat dari Augustus yang mengubah kota kayu jadi marmer. Lagipula, memang itulah tugas utama pengkotbah. Pada dasarnya, ia mengurus orang-orang yang tak berdoa—pada siapa dikatakan, “Tidak ada Allah dalam seluruh pikirannya!” (Mazmur 10:4—KJV) Orang-orang seperti itu ia temui dimana-mana dan kapan saja. Urusan utamanya ialah membalikkan mereka dari lupa akan Allah, dari kosongnya iman, dari tidak berdoa, agar mereka menjadi orang-orang yang lazim berdoa, yang percaya Allah, ingat Dia dan melakukan kehendakNya. Pengkotbah tidak diutus sekedar membujuk orang-orang bergabung ke gereja, apalagi sekedar mengajar berbuat lebih baik. Mestinya ia membuat mereka berdoa, yakin pada Allah, dan menjaga Allah selalu di mata mereka, agar mereka tidak berdosa padaNya.

Karya pelayanan ialah mengubah pendosa tak percaya menjadi orang-orang kudus yang berdoa dan percaya. Panggilan ini digerakkan oleh kekuasaan Ilahi, "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat.” (Kisah 16:31) Kita menangkap secuplik betapa pentingnya iman dan harga besar yang Allah tetapkan atasnya, saat kita ingat bahwa Dia sudah membuat satu syarat tak tergantikan untuk diselamatkan. “Karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman.” (Efesus 2:8) Maka, saat kita renungkan betapa pentingnya doa, kita dapati iman lekas berdiri di sisinya. Oleh iman kita diselamatkan dan oleh iman kita tetap selamat. Doa mengenalkan kita kepada suatu hidup karena iman. Paulus berkata, hidup yang ia hidupi, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihinya dan menyerahkan diri-Nya untuknya (Galatia 2:20)—sehingga ia hidup karena percaya, bukan karena melihat. (2 Korintus 5:7)

Doa bergantung absolut pada iman. Hakekatnya, terpisah dari iman, doa tidaklah hidup, dan tidak mendapat apa-apa kecuali ada rekan tak terpisahkannya. Iman membuat doa ampuh dan dalam arti penting tertentu, wajib mendahului doa.
"Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” Ibrani 11:6
Sebelum doa bisa mulai menuju Allah; sebelum petisinya disodorkan, sebelum pesanannya disampaikan—iman wajib melangkah lebih dulu; wajib menegaskan percayanya pada eksistensi Allah; wajib mengiyakan kebenaran mempesona itu bahwa “Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” Inilah langkah pertama berdoa. Dalam hal ini, walau iman tidak membawakan berkat, namun iman meletakkan doa di posisi meminta berkat, dan menuntun ke langkah lainnya menuju realisasi, dengan membantu pemohon untuk percaya bahwa Allah sanggup dan sudi memberkati. 

Iman memulai doa bekerja—membebaskan jalan menuju takhta kasih karunia. Iman memberi jaminan, pertama-tama, bahwa ada takhta kasih karunia, dan di sanalah sang Imam Besar menunggu pendoa dan doa. Iman membuka jalan supaya doa bisa menghampiri Allah. Tetapi iman melakukan lebih dari itu. Ia menemani doa di setiap langkah yang ia lalui, imanlah pasangan tak terpisahkannya dan ketika pesanan disodorkan ke Allah, imanlah yang mengubah permintaan menjadi penerimaan. Dan iman mengikuti doa, sebab hidup rohani dalam mana seorang percaya dipimpin oleh doa, adalah hidup karena iman. Satu-satunya karakteristik menonjol dari pengalaman dalam mana orang percaya diteguhkan doa, bukanlah hidup oleh perbuatan, tetapi karena iman.

Iman membuat doa jadi kuat, dan memberinya kesabaran menanti Allah. Iman percaya Allah adalah pemberi upah. Tak ada kebenaran disingkapkan di Kitab Suci lebih jelas dari ini, sebaliknya, tak ada yang lebih lagi memberi harapan. Kalau bilik doa punya upah yang dijanjikan, “Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu," (Matius 6:4), apalagi pelayanan paling sepele yang dilakukan seorang murid di dalam nama Tuhan, niscaya menerima upahnya juga. Terhadap kebenaran berharga ini, iman sepenuh hati mengiyakan.

Namun iman dipersempit lagi ke satu hal khas—ia tidak percaya Allah akan memberi setiap orang upah, apalagi pemberi upah bagi semua yang berdoa, melainkan “Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibrani 11:6) Iman menyandarkan perhatiannya pada kesungguhan berdoa, dan memberi jaminan dan semangat bagi pemburu Tuhan, sebab mereka sajalah, yang diberi upah berlimpah ketika berdoa.  

Kita perlu terus-menerus diingatkan bahwa iman adalah satu-satunya syarat tak terpisahkan dari doa yang sukses. Ada pertimbangan lain yang muncul dalam prakteknya, tapi imanlah yang utama, satu-satunya syarat yang harus ada di doa sejati. Seperti ada tertulis di deklarasi utama yang kerap didengar : “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.”(Ibrani 11:6)

Yakobus menulis kebenaran ini sangat lugas.
“Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat,” katanya, “hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya. Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang (atau ragu) sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan.” Yakobus 1:5-7
Ragu selalu dilarang, karena ia berdiri sebagai seterunya iman dan merintangi doa mujarab. Di surat pertama pada Timotius, Paulus memberi kita kebenaran tak ternilai sehubungan syarat doa sukses, yang ia tegaskan demikian : “Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana setiap orang berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa ragu (1 Timotius 2:8—KJV)

Semua bertanya-tanya harus diwaspadai dan dihindari. Takut dan barangkali tidak punya tempat di doa sejati. Iman wajib menegaskan dirinya dan menyuruh seteru doa ini pergi.
Kekuasaan berlebihan tidak ditimbulkan oleh iman; tapi doalah tongkat kerajaan yang dengan mana iman menunjukkan kuasanya. Sungguhlah banyak hikmat rohani yang terdapat di nasihat berikut yang ditulis oleh tetua ilahi nan terkenal.
“Maukah kau bebas dari perbudakan kejahatan dosa?” tanyanya. “Maukah kau bertumbuh dalam kasih karunia pada umumnya dan bertumbuh dalam kasih karunia pada khususnya? Jika kau mau, jalanmu rata. Minta Tuhan iman lebih lagi. Mengemislah padaNya pagi hari, siang hari, dan malam hari, saat kau di jalanan, saat kau duduk di rumah, saat kau berbaring dan saat kau bangun; mengemislah padaNya sekedar menanam kesan hal-hal Ilahi lebih dalam di hatimu, untuk memberimu lebih dan lebih lagi dasar dari segala yang diharapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
 Insentif besar untuk berdoa disediakan di Kitab Suci, dan Tuhan kita menutup pengajaranNya tentang doa dengan jaminan dan janji Surgawi. Hadirnya Yesus Kristus di Surga, persiapan bagi orang-orang kudusNya yang Ia lakukan di sana, dan jaminan bahwa Ia akan datang lagi menjemput mereka—betapa semua ini meringankan bimbangnya doa, menguatkan konfliknya, mempermanis jerih payahnya.  Hal-hal ini adalah bintang harapan bagi doa, menyeka air matanya, menempatkan bau surgawi ke dalam getir tangisnya. Roh seorang pengembara sangatlah membantu doa. Roh terikat dunia, puas akan dunia, tidak bisa berdoa. Di hati seperti itu, kobaran hasrat spiritual entah padam atau menyala kecil dengan cahaya remang. Sayap imannya patah, matanya terlelap, lidahnya terkunci. Namun mereka yang dalam iman teguh dan doa tanpa henti, menanti-nantikan Tuhan, mendapat kekuatan baru, naik terbang dengan kekuatan sayap seperti rajawali; berlari dan tidak menjadi lesu, berjalan dan tidak menjadi lelah. (Yesaya 40:31)

sumber : bab 2 buku the necessity of prayer oleh E.M. Bounds