Saturday, April 2, 2011

Doa dan Iman (II)


“Para tamu di suatu hotel sedang diganggu ketikan tuts berulang-ulang sebuah piano, oleh seorang gadis kecil yang tidak punya pengetahuan musik. Mereka mengeluh pada pemilik hotel dengan harapan keusilan itu dihentikan. ‘Saya minta maaf anda terganggu,’ katanya, ‘Tapi gadis ini anak dari salah satu tamu terbaik saya. Saya hampir tidak mungkin menghalanginya menyentuh piano. Tetapi bapanya yang sedang pergi satu dua hari, akan pulang besok. Kalian setelahnya dapat menghampiri dia dan membereskan masalah ini.’ Ketika bapanya pulang, ia melihat putrinya di ruang resepsionis dan seperti biasa memetik-metik piano. Ia berjalan dari belakangnya dan menaruh tangannya di bahu putrinya, memegang tangan anaknya, dan memainkan beberapa lagu sangat indah. Demikianlah halnya kita dan demikianlah kelak, suatu hari nanti. Saat ini, kita hanya bisa memainkan lagu yang sumbang dan bising, tetapi suatu hari, Tuhan Yesus akan mengambil tangan doa dan iman kita dan memakainya untuk menciptakan lagu Surgawi”—Anonim

IMAN yang sahih nan sejati haruslah definit/tertentu dan lepas dari ragu. Bukan sekedar biasa-biasa dalam karakter; bukan kesadaran picisan pada diri, kebaikan dan kuasa Allah; tetapi suatu iman yang percaya segala hal “yang dikatakannya itu akan terjadi” (Markus 11:23). Seperti iman itu spesifik, maka seperti itulah, jawabannyapun juga definit : “maka apa saja yang kamu minta akan diberikan kepadamu” (Markus 11:24). Iman dan doa memilih hal demi hal dan Allah menyerahkan diriNya melakukan tepat persis yang iman dan doa tak putus-putus nominasikan, dan petisikan padaNya agar diselesaikan.

Alkitab ARV(American Revised Version), menggubah ayat ke-dua puluh empat pasal sebelas kitab Markus, demikian : “Karena itu Aku berkata kepadamu, semua hal apapun juga itu, yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, dan kau akan menerima semuanya itu.” Iman yang sempurna selalu menjaga dalam genggamannya apa yang doa sempurna minta. Sungguh besar dan lengkap luas daerah operasi : “Semua hal apapun juga itu”! Betapa definit dan spesifiknya janji—“Kau akan menerima semuanya itu.”

Pokok persoalan kita ialah iman kita—soal pertumbuhannya, dan aktivitas kedewasaannya yang dahsyat. Iman yang menggapai dan menjaga dalam genggamannya semua hal yang sangat dimintanya, tanpa ragu, sangsi, ataupun takut—itulah iman yang kita butuhkan—iman seperti itulah mutiara yang sangat berharga (Matius 13:46), di dalam proses dan praktek doa.

Pernyataan Tuhan kita tentang iman dan doa yang dikutip sebelumnya sangat-sangat penting. Iman harus definit, spesifik; permohonan lengkap lagi jelas untuk hal-hal yang diminta. Iman bukanlah suatu yang berbayang-bayang, samar-samar, tak pasti; ia mestinya sesuatu yang lebih dari kepercayaan abstrak pada kehendak Allah dan kemampuanNya melakukan bagi kita. Ia harus berupa permintaan definit nan spesifik, dan mengharapkan hal-hal yang mana kita minta. Perhatikan bacaan Markus 11:23 :

“Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya.”

Seberapa definitnya iman dan permintaan, demikianlah definitnya jawabannya. Yang diberikan bukanlah sesuatu selain yang didoakan, tetapi hal-hal aktual yang dicari dan disebut. “Ia akan mendapatkan apapun juga yang ia minta.” (Markus 11:23—KJV) Frasa, “Ia akan mendapatkan”, sangatlah imperatif (bersifat perintah—red). Hal pengabulan mestinya tak terbatas dalam kualitas dan kuantitas.

Iman dan doa memilih subyek untuk petisi, dengan jalan itu menentukan apa yang akan Allah lakukan. “Ia akan mendapatkan apapun juga yang ia minta.” (Markus 11:23—KJV) Kristus menyiapkan diriNya mensuplai persis dan penuh, semua yang diminta iman dan doa. Jika pesanan pada Tuhan dibuat jelas, spesifik, dan definit, Allah akan mengisinya, tepat dan selaras seperti apa yang diminta. 

Iman bukanlah kepercayaan abstrak pada Firman Allah, ataupun keyakinan mental belaka, apalagi pengertian dan kehendak yang lugu mengiyakan; bukan juga penerimaan pasif fakta-fakta, berapapun lengkapnya dan sakralnya. Iman adalah suatu operasi Allah, penerangan Ilahi, energi suci yang ditanamkan Firman Allah dan Roh dalam jiwa manusia, suatu prinsip Ilahi dan spiritual yang mengambil Sang Supernatural dan membuatNya menjadi sesuatu yang dapat dipahami kemampuan waktu dan indra. 

Iman berurusan dengan Allah, dan sadar akan Allah. Ia berurusan dengan Tuhan Yesus dan melihat seorang JuruSelamat di dalam Dia; ia berurusan dengan Firman Allah dan merenggut kebenaran; ia berurusan dengan Roh Allah, dan digairahkan dan diinspirasi api kudusNya. Allah adalah tujuan utama dari iman; sebab iman bersandar penuh pada FirmanNya. Iman bukanlah tindakan jiwa tanpa tujuan, tetapi pandangan pada Allah dan sandaran pada janjiNya. Seperti halnya kasih dan harapan selalu punya tujuan, begitu juga iman. Iman tidak hanya percaya segala sesuatu; Ia percaya Allah, bersandar padaNya, meyakini FirmanNya.

Iman melahirkan doa, dan bertumbuh lebih kuat, menyerang lebih dalam, naik lebih tinggi, dalam pergumulan dan pergulatan petisi adikuasa. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, jaminan dan realisasi dari warisan orang-orang kudus. Iman, juga, rendah hati dan berteguh hati. Ia bisa menunggu dan berdoa; iman bisa diam di atas lututnya, atau berbaring di atas debu. Imanlah satu-satunya syarat utama dari doa; kurangnya iman mengakari semua doa yang buruk, doa yang rapuh, doa yang sedikit, doa tak terjawab.

Kodrat dan makna iman lebih terdemonstrasi dari apa yang ia lakukan daripada definisi apapun yang melatarinya. Jadi, jika kita berpaling ke catatan iman yang diberi ke kita dalam gulungan maha terhormat, yang menyusun pasal kesebelas kitab Ibrani, kita melihat suatu hasil gemilang dari iman. Sungguh mulia daftar ini—dari pria dan wanita iman! Betapa menakjubkan prestasi-prestasi yang dicatat, dan ditujukan memuji iman! Sang penulis berilham, yang menguras sumber dayanya menginventori orang-orang kudus Perjanjian lama—yang adalah contoh masyhur dari iman yang menakjubkan—akhirnya  berteriak : 
“Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi,” Ibrani 11:32
Lalu penulis kitab Ibrani, melanjutkan pula, dalam alunan indah, menceritakan tindakan heroik tak tercatatkan yang dikerjakan lewat iman orang-orang masa silam, yang “dunia ini tidak layak bagi mereka.” (Ibrani 11:38) “Dan mereka semua,” katanya, “iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik.” (Ibrani 11:39)

Betapa era pencapaian mulia akan terbit bagi gereja dan dunia, hanya jika, dapat kembali muncul ras orang-orang kudus dengan iman dan doa adikuasa yang sedemikian! Bukan luar biasa intelektual yang gereja butuhkan; lebih-lebih lagi orang kaya raya yang waktu tuntut. Bukan orang-orang dengan pengaruh sosial yang besar yang hari ini perlukan. Di atas semua orang dan semua hal lainnya, manusia-manusia iman, pendoa-pendoa adikuasa, pria dan wanita yang seperti orang-orang kudus dan pahlawan yang disebut satu persatu di kitab Ibrani, yang “iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik”(Ibrani 11:39), merekalah yang gereja dan seluruh ras manusia di dunia butuhkan. 

Banyak orang, masa kini, beroleh “kesaksian yang baik” karena amal mereka, karena kepandaian bawaan dan bakat yang hebat, tapi sedikit yang beroleh “kesaksian yang baik” karena iman mereka yang hebat dalam Allah, atau karena hal-hal menakjubkan yang tengah dikerjakan lewat doa-doa hebat mereka. Saat ini, sama seperti kapanpun juga, kita butuh manusia dengan iman yang dahsyat dan yang hebat dalam doa. Kedua hal ini adalah kebajikan pokok yang membuat manusia besar di mata Allah, dua hal yang menciptakan kondisi kesuksesan spiritual sejati di dalam hidup dan karya gereja. Inilah persoalan utama kita untuk tetap menjaga iman dengan kualitas dan tekstur sedemikian, yang berkenan bagi Allah; yang menggapai, dan memegang dalam genggamannya, hal-hal yang dimintanya, tanpa ragu dan takut.

Ragu dan takut adalah seteru kembarnya iman. Kadang-kadang, mereka justru merebut tempat iman, dan walau kita berdoa, doa yang resah pula gelisah yang kita panjatkan, tidak tenang dan sering mengeluh. Petrus gagal berjalan di atas danau Genesaret sebab ia membiarkan ombak memecah dia dan merendam kuasa imannya. Tak lagi memandang Tuhan dan menatap air yang membanjirinya, ia mulai tenggelam dan harus berteriak minta bantuan—"Tuhan, tolonglah aku!" (Matius 14:30)

Ragu jangan pernah dirawat, apalagi disimpan takut. Janganlah ada yang suka takut dan ragu akan khayalan jadi martir. Tak ada pujian bagi kapasitas mental manusia apapun yang suka ragu akan Allah, dan tak ada kenyamanan didapat dari pikiran seperti itu. Mata kita mestinya tidak melihat diri sendiri, dijauhkan dari kelemahan pribadi, dan direlakan bersandar sepenuhnya pada kekuatan Allah. “Janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya.” (Ibrani 10:35) Iman simpel dan membuat percaya, yang hidup dari hari ke hari, dan yang menyerahkan kuatirnya pada Tuhan (Yesaya 55:23), tiap jam tiap harinya, akan mengusir takut, menghalau waswas dan membebaskan dari ragu :
 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” Filipi 4:6
Ayat ini adalah penawar Ilahi untuk semua ketakutan, kegelisahan, keprihatinan jiwa yang tak mestinya, yang semuanya itu bertalian erat dengan ragu dan tak percaya. Inilah resep Ilahi untuk mengamankan damai sejahtera yang melampaui segala pengertian, dan menjaga hati dan pikiran dalam ketenangan dan kedamaian. 

Semua kita mesti baik-baik menyimak dan memperhatikan peringatan di kitab Ibrani : “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup.” (Ibrani 3:12)

Kita mesti, juga, berhati-hati dengan ketidak percayaan, seolah-olah kita akan melawan musuh. Iman mesti dibina. Kita patut terus berdoa, "Tambahkanlah iman kami," (Lukas 17:5) karena iman rentan bertambah. Kagumnya Paulus akan jemaat Tesalonika, dikarenakan iman mereka pesat bertambah (2 Tesalonika 1:3—KJV). Iman bertambah karena dilatih, dengan sering dipakai. Ia dipupuki oleh pencobaan pedih.
 “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” 1 Petrus 1:7
Iman tumbuh karena membaca dan merenungkan Firman Tuhan. Biasanya, yang terbaik, iman tumbuh subur dalam suatu atmosfer doa.

Alangkah baiknya, bila semua kita berhenti, dan bertanya personal ke diri sendiri : “Adakah aku iman dalam Tuhan? Adakah aku iman sejati, —iman  yang menjagaku dalam damai sempurna, tentang hal-hal di bumi dan di surga?” Inilah pertanyaan paling penting seorang bisa ajukan dan harapkan dijawab. Dan ada pertanyaan lain, bertalian erat dengan itu, dalam makna dan signifikansi—“Apakah kubenar-benar berdoa pada Allah agar Ia mendengarku dan menjawab doaku? Dan apakah kusungguh-sungguh berdoa kepada Allah sehingga kudapat langsung dari Allah hal-hal yang kuminta dariNya?”

Kaisar Augustus dikatakan mengawali Roma kota kayu dan mengakhirinya kota marmer. Gembala yang sukses mengubah jemaatnya dari orang-orang yang tak berdoa menjadi pendoa, telah melakukan karya lebih dahsyat dari Augustus yang mengubah kota kayu jadi marmer. Lagipula, memang itulah tugas utama pengkotbah. Pada dasarnya, ia mengurus orang-orang yang tak berdoa—pada siapa dikatakan, “Tidak ada Allah dalam seluruh pikirannya!” (Mazmur 10:4—KJV) Orang-orang seperti itu ia temui dimana-mana dan kapan saja. Urusan utamanya ialah membalikkan mereka dari lupa akan Allah, dari kosongnya iman, dari tidak berdoa, agar mereka menjadi orang-orang yang lazim berdoa, yang percaya Allah, ingat Dia dan melakukan kehendakNya. Pengkotbah tidak diutus sekedar membujuk orang-orang bergabung ke gereja, apalagi sekedar mengajar berbuat lebih baik. Mestinya ia membuat mereka berdoa, yakin pada Allah, dan menjaga Allah selalu di mata mereka, agar mereka tidak berdosa padaNya.

Karya pelayanan ialah mengubah pendosa tak percaya menjadi orang-orang kudus yang berdoa dan percaya. Panggilan ini digerakkan oleh kekuasaan Ilahi, "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat.” (Kisah 16:31) Kita menangkap secuplik betapa pentingnya iman dan harga besar yang Allah tetapkan atasnya, saat kita ingat bahwa Dia sudah membuat satu syarat tak tergantikan untuk diselamatkan. “Karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman.” (Efesus 2:8) Maka, saat kita renungkan betapa pentingnya doa, kita dapati iman lekas berdiri di sisinya. Oleh iman kita diselamatkan dan oleh iman kita tetap selamat. Doa mengenalkan kita kepada suatu hidup karena iman. Paulus berkata, hidup yang ia hidupi, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihinya dan menyerahkan diri-Nya untuknya (Galatia 2:20)—sehingga ia hidup karena percaya, bukan karena melihat. (2 Korintus 5:7)

Doa bergantung absolut pada iman. Hakekatnya, terpisah dari iman, doa tidaklah hidup, dan tidak mendapat apa-apa kecuali ada rekan tak terpisahkannya. Iman membuat doa ampuh dan dalam arti penting tertentu, wajib mendahului doa.
"Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” Ibrani 11:6
Sebelum doa bisa mulai menuju Allah; sebelum petisinya disodorkan, sebelum pesanannya disampaikan—iman wajib melangkah lebih dulu; wajib menegaskan percayanya pada eksistensi Allah; wajib mengiyakan kebenaran mempesona itu bahwa “Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” Inilah langkah pertama berdoa. Dalam hal ini, walau iman tidak membawakan berkat, namun iman meletakkan doa di posisi meminta berkat, dan menuntun ke langkah lainnya menuju realisasi, dengan membantu pemohon untuk percaya bahwa Allah sanggup dan sudi memberkati. 

Iman memulai doa bekerja—membebaskan jalan menuju takhta kasih karunia. Iman memberi jaminan, pertama-tama, bahwa ada takhta kasih karunia, dan di sanalah sang Imam Besar menunggu pendoa dan doa. Iman membuka jalan supaya doa bisa menghampiri Allah. Tetapi iman melakukan lebih dari itu. Ia menemani doa di setiap langkah yang ia lalui, imanlah pasangan tak terpisahkannya dan ketika pesanan disodorkan ke Allah, imanlah yang mengubah permintaan menjadi penerimaan. Dan iman mengikuti doa, sebab hidup rohani dalam mana seorang percaya dipimpin oleh doa, adalah hidup karena iman. Satu-satunya karakteristik menonjol dari pengalaman dalam mana orang percaya diteguhkan doa, bukanlah hidup oleh perbuatan, tetapi karena iman.

Iman membuat doa jadi kuat, dan memberinya kesabaran menanti Allah. Iman percaya Allah adalah pemberi upah. Tak ada kebenaran disingkapkan di Kitab Suci lebih jelas dari ini, sebaliknya, tak ada yang lebih lagi memberi harapan. Kalau bilik doa punya upah yang dijanjikan, “Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu," (Matius 6:4), apalagi pelayanan paling sepele yang dilakukan seorang murid di dalam nama Tuhan, niscaya menerima upahnya juga. Terhadap kebenaran berharga ini, iman sepenuh hati mengiyakan.

Namun iman dipersempit lagi ke satu hal khas—ia tidak percaya Allah akan memberi setiap orang upah, apalagi pemberi upah bagi semua yang berdoa, melainkan “Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibrani 11:6) Iman menyandarkan perhatiannya pada kesungguhan berdoa, dan memberi jaminan dan semangat bagi pemburu Tuhan, sebab mereka sajalah, yang diberi upah berlimpah ketika berdoa.  

Kita perlu terus-menerus diingatkan bahwa iman adalah satu-satunya syarat tak terpisahkan dari doa yang sukses. Ada pertimbangan lain yang muncul dalam prakteknya, tapi imanlah yang utama, satu-satunya syarat yang harus ada di doa sejati. Seperti ada tertulis di deklarasi utama yang kerap didengar : “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.”(Ibrani 11:6)

Yakobus menulis kebenaran ini sangat lugas.
“Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat,” katanya, “hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya. Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang (atau ragu) sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan.” Yakobus 1:5-7
Ragu selalu dilarang, karena ia berdiri sebagai seterunya iman dan merintangi doa mujarab. Di surat pertama pada Timotius, Paulus memberi kita kebenaran tak ternilai sehubungan syarat doa sukses, yang ia tegaskan demikian : “Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana setiap orang berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa ragu (1 Timotius 2:8—KJV)

Semua bertanya-tanya harus diwaspadai dan dihindari. Takut dan barangkali tidak punya tempat di doa sejati. Iman wajib menegaskan dirinya dan menyuruh seteru doa ini pergi.
Kekuasaan berlebihan tidak ditimbulkan oleh iman; tapi doalah tongkat kerajaan yang dengan mana iman menunjukkan kuasanya. Sungguhlah banyak hikmat rohani yang terdapat di nasihat berikut yang ditulis oleh tetua ilahi nan terkenal.
“Maukah kau bebas dari perbudakan kejahatan dosa?” tanyanya. “Maukah kau bertumbuh dalam kasih karunia pada umumnya dan bertumbuh dalam kasih karunia pada khususnya? Jika kau mau, jalanmu rata. Minta Tuhan iman lebih lagi. Mengemislah padaNya pagi hari, siang hari, dan malam hari, saat kau di jalanan, saat kau duduk di rumah, saat kau berbaring dan saat kau bangun; mengemislah padaNya sekedar menanam kesan hal-hal Ilahi lebih dalam di hatimu, untuk memberimu lebih dan lebih lagi dasar dari segala yang diharapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
 Insentif besar untuk berdoa disediakan di Kitab Suci, dan Tuhan kita menutup pengajaranNya tentang doa dengan jaminan dan janji Surgawi. Hadirnya Yesus Kristus di Surga, persiapan bagi orang-orang kudusNya yang Ia lakukan di sana, dan jaminan bahwa Ia akan datang lagi menjemput mereka—betapa semua ini meringankan bimbangnya doa, menguatkan konfliknya, mempermanis jerih payahnya.  Hal-hal ini adalah bintang harapan bagi doa, menyeka air matanya, menempatkan bau surgawi ke dalam getir tangisnya. Roh seorang pengembara sangatlah membantu doa. Roh terikat dunia, puas akan dunia, tidak bisa berdoa. Di hati seperti itu, kobaran hasrat spiritual entah padam atau menyala kecil dengan cahaya remang. Sayap imannya patah, matanya terlelap, lidahnya terkunci. Namun mereka yang dalam iman teguh dan doa tanpa henti, menanti-nantikan Tuhan, mendapat kekuatan baru, naik terbang dengan kekuatan sayap seperti rajawali; berlari dan tidak menjadi lesu, berjalan dan tidak menjadi lelah. (Yesaya 40:31)

sumber : bab 2 buku the necessity of prayer oleh E.M. Bounds

1 comment:

  1. sangat memberkati..
    makasih untuk terjemahannya ya ko fendy :)

    ReplyDelete