Thursday, May 5, 2011

Doa dan Yakin


“Suatu sore, saya pulang kantor di New York dengan angin cukup dingin bertiup kencang di muka saya. Saya kira saya bawa selempang tebal nan hangat saya, tapi ketika saya terus berjalan melawan badai, selendang itu hilang. Saya berbalik, mencari sepanjang jalan, menggeledah kantor saya, tapi sia-sia. Lalu saya sadar, saya pasti sudah menjatuhkannya, dan berdoa pada Allah supaya saya bisa menemukannya; sebab dalam cuaca buruk seperti itu, akan sangat beresiko meneruskan perjalanan tanpa selempang. Saya cari lagi, ke sana kemari sepanjang jalan, tapi tak berhasil. Tiba-tiba, saya lihat seorang pria di seberang jalan memegang sesuatu di tangannya. Saya menyebrang dan bertanya padanya apakah itu selempang saya? Ia serahkan ke saya dan berkata, ‘Selempang ini tertiup angin dan sampai ke saya.’ IA yang mengendarai badai, telah memakai angin sebagai cara menjawab doa”—WILLIAM HORST
DOA tidak berdiri sendiri. Ia bukanlah tugas terisolasi dan prinsip independen. Doa hidup dalam asosiasi dengan tugas orang Kristen lainnya, menikahi prinsip lainnya, sekutu dari kasih karunia lainnya. Tapi bagi iman, doa adalah kesatuan tak terpisahkan. Iman memberinya warna dan nada, membentuk karakternya, dan mengamankan hasilnya.

Yakin (trust) adalah iman menjadi absolut, tersahkan, terpenuhi. Ada, saat dikatakan semua sudah selesai, semacam taruhan dalam iman dan prakteknya. Tetapi yakin adalah percaya dengan teguh, iman mekar sempurna. Yakin adalah tindakan sadar, fakta yang kita bisa rasakan. Menurut konsep Kitab Suci, ia adalah mata dari jiwa lahir baru, dan telinga dari jiwa yang dibaharui. Adalah perasaan jiwa, mata rohani, telinga, kecapan, perasaan—masing-masing dan semua hal inilah yang berkaitan dengan yakin. Amat berkilau, amat istimewa, amat sadar, amat berkuasa, dan lebih dari itu semua, betapa Alkitabiahnya yakin yang demikian! Betapa berbedanya dengan banyak bentuk kepercayaan modern, yang begitu rapuh, kering dan dingin! Fasa-fasa kepercayaan baru ini tidak membawa keinsafan dari kehadiran mereka, tak ada buah “sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan” (1 Petrus 1:8) dihasilkan dari prakteknya. Mereka, sebagian besar, berpetualang dalam keboleh jadian jiwa. Tak ada yakin teguh nan aman dalam apa saja. Seluruh transaksi terjadi di alam Mungkin dan Barangkali.

Yakin bagaikan hidup, ialah perasaan, walau lebih dari hanya perasaan. Hidup tak berasa adalah kontradiksi; yakin tak berasa ialah salah kaprah, lamunan, kontradiksi. Yakinlah yang amat berasa dari semua atribut perasaan. Ia seluruhnya perasaan, dan berkarya hanya oleh kasih. Kasih tak berasa sama mustahilnya dengan yakin tak dirasakan. Yakin yang kini kita bicarakan adalah suatu keinsafan. Keinsafan tak berasa? Sungguh janggal!

Yakin melihat Allah melakukan hal-hal di sini dan kini. Ya, lebih lagi. Ia bangkit jadi bukit megah dan melihat ke dalam yang tak terlihat dan kekal, menyadari bahwa Allah telah melakukan banyak hal, dan menganggapnya selesai dilakukan. Yakin membawa kekekalan ke dalam tawarikh dan ihwal waktu, menjelmakan hakikat harapan jadi realitas pencapaian, dan mengubah janji jadi pemilikan masa kini. Kita tahu saat kita yakin sama halnya kita tahu kita melihat, sama halnya kita menyadari indra peraba kita. Yakin melihat, menerima, memegang. Yakin itu sendirilah saksinya.

Toh, sering kali, iman terlalu lemah untuk mendapat yang terbaik dari Allah dengan segera; jadi ia mesti menunggu dalam ketaatan oleh kasih, yang kuat, penuh doa, dan yang menekan, sampai ia bertumbuh dalam kekuatan dan mampu membawa turun kekekalan, ke dalam alam pengalaman dan waktu.

Di poin ini, yakin memassakan semua gayanya. Di sini ia memegang. Dan dalam pergulatan, sambaran yakin semakin dahsyat, dan menggapai, untuk dirinya, semua yang Allah telah lakukan bagi yakin menurut hikmat kekalNya dan kecukupan kasih karunia. 

Di perihal menunggu dalam doa, doa yang terhebat, iman bangkit ke tingkat tertingginya dan menjadi benar-benar hadiah Allah. Ia menjadi watak terberkati dan ekspresi jiwa yang diamankan oleh hubungan konstan dengan dan lamaran tanpa lelah pada Allah. 

Yesus Kristus mengajar jelas bahwa iman adalah syarat atas mana doa dijawab. Saat Tuhan kita mengutuk pohon ara, para murid amat terkejut melihat keringnya pohon ara benar-benar terjadi, dan tanggapan mereka mengindikasi mereka dalam keluguan. Saat itulah Yesus berkata, “Percayalah kepada Allah!” (Markus 11:22)
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya.” Markus 11:23
Di mana-mana, yakin tidak bertumbuh sesiap dan sekaya seperti di dalam kamar doa. Pemekarannya dan perkembangannya pesat dan sehat saat mereka teratur dan baik-baik dijaga. Saat pertunangan ini tulus, penuh, dan bebas, yakin mekar dengan sangat baik. Mata dan hadirat Allah memberi hidup bergairah kepada yakin, sama seperti mata dan hadirnya matahari membuat buah dan bunga tumbuh, dan semuanya gembira dan bersinar dalam hidup lebih penuh.

“Percayalah kepada Allah,” (Markus 11:21) dan “Dalam Tuhan aku percaya” (Filipi 2:24) membentuk prinsip kunci dan pondasi doa. Pada mulanya, bukanlah yakin dalam Firman Allah, tetapi sebetulnya, yakin dalam Pribadi Allah. Karena yakin dalam Pribadi Allah harus mendahului yakin dalam Firman Allah. “Kau percaya kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku,” (Yohanes 14:1—KJV) adalah tuntutan yang Tuhan kita buat atas keyakinan pribadi murid-muridNya. Pribadi Yesus Kristus harus menjadi sentral di mata yakin. Kebenaran besar ini Yesus coba impresikan pada Marta saat saudaranya meninggal di rumah di Betania. Marta memaksa percayanya dalam fakta kebangkitan saudaranya. 
"Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman."  Yohanes 11:24

Tuhan angkat yakinnya Martha di atas fakta belaka kebangkitan, ke diriNya pribadi, dengan berkata :
“Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?" Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia." Yohanes 11:25-27
Yakin, pada fakta historis atau pada catatan belaka dapat menjadi hal yang sangat pasif, tapi yakin pada seseorang, memvitalisasi kualitasnya, membuatnya berbuah, dan mengimpartasi kasih. Yakin yang mengimpartasi doa, berpusat pada Seseorang.

Yakin melangkah bahkan lebih jauh dari ini. Yakin yang mengilhami doa kita tidak boleh hanya yakin dalam Pribadi Allah dan Kristus, tetapi pada kemampuan dan kesudian Allah mengabulkan hal yang didoakan. Bukan hanya “Percayalah kepada Tuhan,” tetapi juga, “sebab Tuhan Allah adalah gunung batu yang kekal.” (Yesaya 26:4)

Yakin yang Tuhan kita ajarkan sebagai syarat doa mujarab, bukanlah dari kepala tapi dari hati. Ini adalah yakin yang “tidak bimbang hatinya.” (Markus 11:23) Yakin seperti itu punya jaminan Ilahi bahwa ia akan dihargai dengan jawaban besar dan memuaskan. Janji kuat Tuhan kita menurunkan iman ke masa kini, dan memastikan jawaban masa kini.

Percayakah kita tanpa ragu? Saat kita berdoa, percayakah kita, bukan kita akan terima hal-hal yang kita minta suatu hari nanti, tapi kita terima di tempat itu, saat itu juga? Begitulah pengajaran dari Kitab Suci yang inspirasional ini. Betapa kita butuh berdoa, "Tuhan tambahkanlah iman kami," (Lukas 17:5) sampai ragu menyingkir, dan yakin tulus mengklaim berkat yang dijanjikan, sebagai sungguh miliknya sendiri.

Ini bukan syarat yang mudah. Ini tercapai hanya setelah banyak gagal, setelah banyak berdoa, setelah banyak menanti, setelah banyak pencobaan iman. Kiranya iman kita begitu bertambah sampai kita sadar dan menerima semua kepenuhan yang ada dalam Nama yang menjamin melakukan begitu banyak.

Tuhan kita menaruh yakin sebagai pondasi paling dasar dari doa. Latar belakang doa ialah yakin. Seluruh hasil pelayanan Kristus dan karyaNya bergantung pada yakin tulus dalam BapaNya. Pusat dari yakin adalah Allah. Gunung kesulitan, dan semua rintangan lainnya dari doa dicampakkan dari jalan oleh yakin dan mitra maskulinnya, iman. Ketika yakin sudah sempurna dan tanpa ragu, doa sederhananya adalah tangan yang terulur, siap menerima. Yakin yang disempurnakan ialah doa disempurnakan. Yakin berharap menerima hal yang diminta—dan mengambilnya. Yakin bukanlah percaya Allah bisa dan akan memberkati, namun Ia memberkati di sini dan kini. Yakin selalu beroperasi di masa sekarang. Harapan melihat masa depan. Yakin melihat masa kini. Harapan mengharap. Yakin memiliki. Yakin menerima apa yang doa dapatkan. Sehingga apa yang doa butuh, di semua waktu, ialah yakin yang tinggal menetap dan melimpah.

Kurangnya yakin yang patut diratapi dan hasil gagal para murid melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka untuk dilakukan, terlihat di kasus anak yang sakit ayan, yang dibawa bapanya ke sembilan muridNya sementara Tuhan mereka      sedang di atas Gunung Transfigurasi. Seorang anak, sangat menderita, dibawa ke orang-orang ini untuk disembuhkan dari penyakitnya. Mereka telah diamanatkan melakukan teutama sekali pekerjaan seperti ini. Ini adalah bagian misi mereka. Mereka coba mengusir iblis dari sang anak, tetapi gagal total. Iblis terlalu kuat bagi mereka. Mereka dipermalukan karena gagal, dan dipenuhi rasa malu, sementara musuh mereka bersorak-sorai. Di tengah-tengah kebingungan insiden kegagalan, Yesus mendekat. Ia diinformasikan keadaannya dan diberi tahu kondisi sehubungan dengan itu. Inilah cerita berikutnya:
“Maka kata Yesus: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!" Dengan keras Yesus menegor dia, lalu keluarlah setan itu dari padanya dan anak itupun sembuh seketika itu juga.  Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?" Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. (Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa.)"  Matius 17:17-21
Di manakah terletak susahnya orang-orang ini? Mereka telah teledor membina iman mereka dengan doa, dan akibatnya, keyakinan mereka gagal sama sekali. Mereka yakin, tidak pada Allah, ataupun Kristus, apalagi kesahihan misiNya atau misi mereka. Seperti itu jugalah, yang telah terjadi tak hingga banyaknya sampai sekarang, dalam tak terhitung banyaknya krisis di gereja Allah. Kegagalan disebabkan kurangnya yakin, atau lemahnya iman, dan ini, sebaliknya, dari kurangnya berdoa. Banyak kegagalan upaya kebangunan rohani dapat dirunut dari alasan yang sama. Iman tidak dipelihara dan dibuat berkuasa oleh doa. Lalainya kamar doa adalah sebab dari kebanyakan kegagalan rohani. Dan hal ini juga berlaku dalam pergumulan pribadi kita melawan iblis seperti halnya saat kita berusaha maju berperang mengusir iblis. Seringnya berlutut dalam persekutuan pribadi dengan Allah, adalah satu-satunya kepastian bahwa kita akan memilikiNya dengan kita entah dalam pergumulan pribadi kita, atau upaya kita memenangkan pendosa.

Di mana-mana, di saat mendekatnya orang-orang padaNya, Tuhan kita menaruh yakin pada diriNya, dan keIlahian misiNya, di garis terdepan. Ia memberi tiada definisi yakin, dan ia meramaikan tiada diskusi teologi, maupun analisisnya; sebab Ia tahu bahwa manusia akan melihat apa itu iman dari apa yang iman lakukan; dan dari praktek bebasnya, yakin bertumbuh, spontan dalam hadiratNya. Itu hasil karyaNya, kuasaNya, dan PribadiNya. Hal-hal ini menghiasi dan menciptakan atmosfer sangat kondusif untuk praktek dan perkembangan yakin. Yakin sama sekali terlalu mengagumkan sederhana untuk arti lisan; terlalu tulus dan spontan untuk terminologi teologi. Kesederhanaan yang sangat dari yakin, itulah yang mengguncangkan orang-orang. Mereka berpaling pada hal-hal besar yang akan datang, padahal "firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8)

Sewaktu kabar dukacita kematian putrinya diberi tahu ke Yairus, Tuhan kita menyela: "Jangan takut,” Ia berkata dengan santai, “percaya saja!" (Markus 5:36) Pada wanita yang mengalami pendarahan, yang takut gemetar di hadapanNya, Ia berkata :
"Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!" Markus 5:34
Saat dua orang buta mengikutiNya, memaksa masuk ke rumah, Ia berkata :
"Jadilah kepadamu menurut imanmu." Maka meleklah mata mereka.” Matius 9:29-30
Ketika orang lumpuh diturunkan lewat atap rumah di mana Yesus tengah mengajar, dan ditempatkan di hadapanNya oleh keempat temannya, tercatat berikutnya :
“Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." Matius 9:2
Sewaktu Yesus menyuruh pulang perwira yang hambanya sakit parah, yang datang ke Yesus dengan doa agar Yesus mengucapkan Firman kesembuhan, tanpa perlu pergi ke rumahnya, Ia lakukan dengan cara berikut :
“Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya.” Matius 8:13
Saat penderita kusta yang malang sujud menyembah di kaki Yesus dan menjerit meminta pertolongan, "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku," (Matius 8:2) Yesus segera mengabulkan permintaannya dan pria itu memuliakanNya dengan suara nyaring. Kemudian Yesus berkata padanya, "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau." (Lukas 17:19)

Perempuan Siro-fenisia datang pada Yesus membawa perkara putrinya yang sangat menderita, seakan-akan dialah yang menderita, "Tuhan, tolonglah aku," (Matius 15:25) sembari melakukan perjuangan heroik nan mengagumkan. Yesus menghargai imannya dan doanya, Ia berkata :
"Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.” Matius 15:28
Setelah para murid gagal total menengking iblis dari anak yang sakit ayan, ayah dari anak itu datang ke Yesus dengan tangisan tersedu-sedu dan hampir putus asa, “Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." Tetapi Yesus menjawab, "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:22-23)

Bartimeus buta sedang duduk di pinggir jalan, mendengar Tuhan kita saat Ia lewat, dan berteriak memilukan dan hampir putus asa, “"Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:48) Telinga peka Tuhan kita segera menangkap suara doa, dan Ia berkata ke pengemis itu :
"Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.” Markus 10:52
Kepada wanita yang menyesali dosanya, yang menangis, yang membasuh kakiNya dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, Yesus mengucapkan kata-kata bahagia menghibur jiwa : "Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!" (Lukas 7:50)

Suatu hari Yesus menyembuhkan sepuluh penderita kusta bersamaan, menjawab kesatuan doa mereka, "Yesus, Guru, kasihanilah kami," (Lukas 17:13) dan Ia memberi tahu mereka untuk pergi dan memperlihatkan diri mereka ke imam-imam. “Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.” (Lukas 17:14)

sumber: Bab 3 buku "The Necessity of Prayer" karangan EM Bounds

No comments:

Post a Comment