Thursday, March 3, 2011

Doa dan Iman (I)


“Seorang teman baik saya yang senang berburu, pernah menceritakan saya cerita ini : ‘Suatu hari ketika saya bangun pagi-pagi’, katanya, ‘Saya mendengar longlongan sejumlah anjing pemburu yang mengejar mangsanya. Melayangkan pandangan jauh ke lapangan di depan, saya lihat seekor rusa muda berusaha menyebrang, dan lagi, terlihat ia berpacu dengan sungguh-sungguh. Ketika sampai di pagar, ia melompatinya dan merangkak sampai kurang 10 kaki dari tempat saya berdiri. Sesaat kemudian, dua anjing pemburu datang, ketika rusa muda itu lari ke arah saya dan mendorong kepalanya di antara kedua kaki saya, saya angkat mahluk kecil itu ke dada saya, berputar dan berayunan mengusir anjing-anjing itu. Pada saat itulah saya merasa semua anjing di dunia Barat tidak bisa dan tidak boleh menangkap rusa itu setelah kelemahannya memohon kekuatan saya’. Jadi seperti itulah, saat kelemahan manusia memohon pada Allah MahaKuasa. Dengan baik saya ingat saat anjing-anjing dosa mengejar jiwa saya, hingga akhirnya, saya lari ke lengan Allah MahaKuasa” –A.C. DIXON

DALAM semua kajian prinsip dan prosedur doa, aktivitasnya dan usahanya, tempat pertama, tidak bisa tidak, haruslah diberikan untuk iman. Iman adalah ciri awal di dalam hati setiap orang yang mencoba berbicara dengan yang Tak Terlihat. Ia harus, lepas dari ketidak berdayaan mutlak, mengulurkan tangan iman. Ia harus percaya yang tidak bisa ia buktikan. Dalam isu yang terutama, doa secara sederhana adalah iman, mengklaim hak prerogatif alami tapi menakjubkan—iman mengambil alih warisan yang tak terbatas. Kesalehan sejati tepat sama sejatinya, mantapnya dan sama tekunnya di dunia iman, seperti apa adanya di ranah doa. Lebih lagi: saat iman berhenti berdoa, ia berhenti hidup. 

Iman melakukan yang mustahil sebab ia membuat Allah melakukannya bagi kita dan tak ada yang mustahil bagi Allah. Sungguh luar biasa—tanpa kualifikasi atau batasan—kuasa iman! Bila keraguan disingkirkan dari hati dan ketidak percayaan menjadi asing di hati, apapun yang kita minta dari Tuhan niscaya dikabulkan, dan seorang yang percaya telah dianugrahkan kepadanya, “apapun yang ia minta.”

Doa memproyeksikan iman pada Allah dan Allah pada dunia. Hanya Allah yang bisa memindahkan gunung, tapi iman dan doa menggerakkan Allah. Dalam kutukanNya ke pohon ara, Tuhan kita mendemonstrasikan kuasaNya. Lalu sambungNya, bahwa kuasa yang besar diberikan pada iman dan doa, bukan untuk membunuh tapi menghidupkan, bukan menghempaskan tapi memberkati.

Pada titik ini di kajian kita, kita ingat perkataan Tuhan kita yang mana patut ditegaskan sebab perkataan ini adalah batu kunci terpenting pengunci jembatan antara iman dan doa. 

 “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” Markus 11:24
Kita mesti renungkan baik-baik kalimat ini, “percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” Di sini dijelaskan suatu iman yang menyadari, memperuntukkan, mengambil. Iman seperti itu adalah suatu kesadaran sang Ilahi, persekutuan yang telah dialami, kepastian yang disadari.

Apakah iman bertumbuh atau berkurang seiring tahun-tahun berlalu? Apakah iman berdiri tegak dan kukuh hari-hari ini saat kejahatan melimpah ruah dan kasih sebagian besar orang menjadi dingin? Apakah iman mempertahankan genggamannya, ketika agama cenderung menjadi formalitas picisan dan keduniawian makin berjaya? Pertanyaan Tuhan kita mungkin dengan sangat tepat ditujukan ke kita, “Ketika Anak Manusia datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” Kita percaya Ia akan datang, dan inilah bagian kita di hari-hari kita ini, untuk memastikan lampu iman dirapikan dan menyala, kalau-kalau Ia yang akan datang, datang segera.

Iman adalah pondasi dari karakter orang Kristen dan keamanan dari jiwa. Sewaktu Yesus menubuatkan penyangkalan Petrus dan mengingatkan dia, Ia berkata pada murid-muridNya :
“Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur." Lukas 22:31-32
Tuhan kita menyampaikan kebenaran sentral, imannya Petruslah yang Ia berusaha jagai; sebab dengan baik Ia tahu bahwa saat iman diruntuhkan, pondasi hidup spiritualpun roboh, dan seluruh struktur pengalaman religiuspun runtuh. Iman Petruslah yang butuh penjagaan. Maka, kemasygulan Kristus ialah kesejahteraan jiwa murid-muridNya dan tujuanNya ialah membentengi iman Petrus dengan semua doa-doa pribadiNya yang hebat.
Di suratnya yang kedua, Petrus ingat ide ini ketika bicara tentang pertumbuhan dalam kasih karunia sebagai ukuran keselamatan pada hidup orang kristen, seraya menyiratkan tentang berbuah. 
 “Justru karena itu,” ia katakan, “ kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan.” 2 Petrus 1:5-6
 Pada proses penambahan ini, iman adalah titik awalnya—dasar bagi kasih karunia lainnya dari Roh. Imanlah pondasi yang di atasnya hal-hal lainnya akan dibangun. Petrus tidak menyuruh pembacanya menambahi usaha atau karunia atau kebaikan, tetapi iman. Banyak hal bergantung pada awal yang benar di urusan bertumbuh dalam kasih karunia ini. Ada urutan Ilahi yang mana Petrus sadari, lalu ia lanjut berkata bahwa kita harus berusaha sungguh-sungguh membuat panggilan dan pilihan kita makin teguh; pilihan yang mana memberi suatu tambahan pada iman yang selanjutnya dikerjakan oleh doa terus-terusan lagi sungguh-sungguh. (2 Petrus 1:10) Demikianlah, iman dijaga tetap hidup oleh doa dan setiap langkah yang ditempuh pada penambahan kasih karunia ke kasih karunia selalu disertai doa.

Iman yang menciptakan doa yang berkuasa ialah iman yang berpusat pada Pribadi yang berkuasa. Iman pada kemampuan Kristus untuk melakukan dan melakukannya dengan luar biasa, ialah iman yang berdoa dengan luar biasa. Karena itu penderita kusta bergantung penuh pada kuasa Kristus, ia berseru “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” (Matius 8:2) Dari contoh ini, kita diperlihatkan bagaimana iman berpusat pada kemampuan Kristus melakukan dan bagaimana iman itu memastikan adanya kuasa kesembuhan. 

Menyangkut hal inilah, maka Yesus menanyai orang buta yang datang kepadaNya untuk disembuhkan :
"Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Ia bertanya. Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami percaya." Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: "Jadilah kepadamu menurut imanmu." Matius 9:28-29
Adalah untuk mengilhamkan iman tentang kemampuanNya melakukan, yang Yesus tinggalkan buat kita, yaitu amanat agung terakhir, yang dalam analisis akhir adalah dering tantangan terhadap iman. “Kepada-Ku telah diberikan”, Ia berseru, “segala kuasa di sorga dan di bumi.” (Matius 28:17)

Sekali lagi : iman adalah ketaatan, bergerak saat diperintahkan, seperti dilakukan pegawai istana yang anaknya sakit keras dan datang kepada Yesus, di hari-hariNya sebagai manusia. (Yohanes 4:49)

Dan lagi, iman seperti itu bertindak. Seperti pria terlahir buta, ia pergi membasuh dirinya di kolam Siloam, ketika disuruh “basuhlah dirimu” (Yohanes 9:7). Seperti Petrus di danau Genesaret, ia menebar jala ke tempat Yesus perintahkan, dengan segera, tanpa pertanyaan atau keraguan (Lukas 5:4-5). Iman seperti itu mengangkat batu dari gua kubur Lazarus dengan segera. Iman yang berdoa menuruti perintah Tuhan dan melakukan hal-hal yang berkenan di pandanganNya. Iman itu bertanya, “Tuhan, apa yang Engkau mau aku lakukan?”(Kisah 9:6—KJV) dan lekas menjawab, “Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar.” (1 Samuel 3:9) Ketaatan menolong iman, dan iman, balik menolong ketaatan. Melakukan kehendak Allah bersifat esensial bagi iman sejati dan iman dibutuhkan bagi ketaatan tulus.

Kalaupun iman dipanggil datang, toh, segera sesudahnya sering harus menunggu dengan sabar di hadapan Tuhan dan disiapkan akan nampaknya penundaan Tuhan dalam menjawab doa. Iman tidak jadi hilang percaya hanya karena doa tidak segera digubris; iman memegang FirmanNya dan menyerahkan padaNya saat terbaik yang Ia pilih dalam mengabulkan tujuanNya dan meneruskan pekerjaanNya. Ada batasan dalam bentuk penundaan yang lama dan berhari-hari panjang menunggu bagi iman sejati, namun iman menerima kondisi ini—tahu akan ada penundaan dalam menjawab doa dan menganggap penundaan itu sebagai masa-masa pengujian, yang dalam mana, adalah hak istimewa untuk menunjukkan ketabahannya dan keseriusan yang membentuknya.

Cerita Lazarus adalah suatu contoh di mana terjadi penundaan, di mana iman dua perempuan baik dengan berat diuji: Lazarus sedang sakit kritis dan mereka mengabari Yesus. Tetapi, tanpa alasan jelas, Tuhan kita menunda datang menolong temanNya yang sakit. Permohonannya sangat urgen dan menyentuh hati—“Tuhan, dia yang engkau kasihi, sakit.” (Yohanes 11:3) Namun, Tuhan tidak tergerak dan permintaan sungguh-sungguh perempuan itu seakan-akan didengar telinga tuli. Sungguh pencobaan bagi iman! Selain itu, berlambat-lambatnya Tuhan kita nampaknya membawa bencana tanpa harapan. Selagi Yesus berlambat-lambat, Lazaruspun meninggal. 

Akan tetapi, penundaan Yesus dilakukan dalam minat akan kebaikan yang lebih besar. Akhirnya, Ia mendatangi rumah di Betania. 
“Karena itu Yesus berkata dengan terus terang: "Lazarus sudah mati;  tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya. Marilah kita pergi sekarang kepadanya." Yohanes 11:14-15
Takutlah jangan, O orang percaya yang diuji dan dicobai, Yesus pasti datang, bila kesabaran dilatih dan iman memegang teguh. PenundaanNya dipakai untuk membuat kedatanganNya lebih kaya berkat. Berdoalah. Nantikanlah. Engkau tidak akan gagal. Jika Kristus menunda, tunggulah Dia. Di waktuNya sendiri yang tepat, Ia akan datang dan tidak akan berlambat-lambat.

Penundaan sering kali adalah ujian dan kekuatan dari iman. Betapa besarnya kesabaran dibutuhkan sewaktu ujian ini tiba! Toh, iman menghimpun kekuatan dengan menunggu dan berdoa. Kesabaran berkarya sempurna di sekolah penundaan. Dalam beberapa hal, penundaan adalah hakiki dari doa. Allah harus melakukan banyak hal, mendahului jawaban akhir—hal-hal esensial untuk kebaikan kekal orang yang telah meminta kemurahan tanganNya.

Yakub berdoa dengan pendirian dan gairah supaya diluputkan dari Esau. Tetapi sebelum doanya dijawab, ada banyak yang harus dilakukan dengan dan untuk Yakub. Ia harus diubah seperti halnya Esau. Yakub harus dibuat jadi manusia baru sebelum Esau bisa. Yakub harus didamaikan dengan Allah sebelum Esau dapat didamaikan dengan Yakub.

Di antara ucapan Yesus yang besar nan berkilauan tentang doa, tiada yang lebih menawan daripada ini :
 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa;  dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya." Yohanes 14:12-14.
Sungguh mengagumkan pernyataan ini tentang apa yang Allah lakukan dalam menjawab doa! Tentang betapa begitu pentingnya kata-kata berdering ini, diprakatai, apa adanya, dengan kebenaran penuh khidmat! Iman dalam Kristus adalah dasar semua karya dan semua doa. Semua karya ajaib bergantung pada doa ajaib dan semua doa dilakukan dalam nama Tuhan Yesus. Pelajaran menakjubkan, dari kesederhanaan ajaib, inilah doa di dalam nama Tuhan Yesus! Semua syarat-syarat lainnya disusutkan, segala sesuatu lainnya dilepaskan, hanya Yesus saja! Nama Kristus—Pribadi Tuhan kita dan Juru Selamat Yesus Kristus—harus sangat ditinggikan di dalam jam dan perkara doa.

Bila Yesus mendiami mata air hidupku; bila aliran-aliran hidupNya telah mengganti dan meniadakan aliran-aliran pribadi; bila ketaatan tulus padaNya menjadi ilham dan gaya bagi setiap pergerakan hidupku, maka Ia bisa dengan aman menyerahkan doa sesuai kehendakku dan diriNya berjanji melalui suatu perjanjian sebesar hayatNya sendiri bahwa apapun yang diminta akan dikabulkan. Tiada yang bisa lebih jelas, lebih berbeda, lebih tak terbatas dalam terapan dan jangkauan selain ajakan dan urgensi perkataan Kristus, “Percayalah kepada Allah (Markus 11:22).”

Iman melingkupi kebutuhan temporal sama baiknya seperti kebutuhan rohani. Iman mengusir semua keresahan tak semestinya dan perhatian tak perlu tentang apa yang akan dimakan, apa yang akan diminum, apa yang akan dipakai. Iman hidup di masa kini dan menganggap “kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Matius 6:34). Iman hidup hari demi hari dan mengusir semua ketakutan hari esok. Iman membawa ketentraman pikiran dan damai sejahtera sempurna di hati.
“Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.” Yesaya 26:3
Saat kita berdoa, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya (Matius 6:11)”, kita, dalam ukuran tertentu, mencegah masuknya esok hari ke doa kita. Kita tidak hidup di besok hari, tapi hari ini. Kita tidak mencari kasih karunia besok hari atau roti besok hari. Mereka tumbuh pesat dan memperoleh banyak dari hidup, yang hidup di kehidupan masa kini. Mereka berdoa sangat baik, yang berdoa untuk kebutuhan hari ini, bukan untuk besok hari yang dapat mengubah doa kita tak berguna dan mubazir, seakan-akan tidak eksis sama sekali!

Doa sejati lahir dari pencobaan dan kebutuhan masa kini. Roti untuk hari ini, cukuplah itu. Roti yang diberikan untuk hari ini, semacam janji terkuat bahwa akan ada roti untuk besok. Kemenangan hari ini adalah kepastian bagi kemenangan besok. Doa-doa kita perlu difokuskan pada masa kini. Kita harus percaya Allah hari ini dan tinggalkan hari esok seluruhnya padaNya. Masa kini milik kita; masa depan milik Allah. Doa adalah tugas dan kewajiban harian yang berulang terus menerus—doa harian untuk kebutuhan harian. 

Seperti tiap hari menuntut rotinya, maka tiap hari menuntut doanya. Tidak ada jumlah doa, dilakukan hari ini, yang mencukupi doa besok hari. Di sisi yang lain, tidak ada doa besok hari yang begitu berharganya untuk kita hari ini. Manna hari inilah yang kita butuhkan; besokpun Tuhan akan pastikan kebutuhan kita terpenuhi. Inilah iman yang Allah hendak ilhamkan. Jadi tinggalkan besok hari dengan kekhawatirannya, kebutuhannya, masalahnya di tangan Allah. Tidak ada gudang penimbunan kasih-karunia-besok-hari maupun doa-besok-hari; apalagi suplai kasih karunia hari ini untuk kebutuhan besok hari. Kita tidak bisa memiliki kasih-karunia-besok-hari; kita tidak bisa makan roti-besok-hari, kita tidak bisa memanjatkan doa-besok-hari. “Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari (Matius 6:34)” dan sangatlah pasti, bila kita punya iman, cukuplah juga hal-hal yang baik. 

sumber : bab 1 buku the necessity of prayer oleh E.M. Bounds

2 comments:

  1. Salam Kenal Bloger Kupang..
    Terus berkarya...^_^

    ReplyDelete
  2. Syalom OliphDhian..Makasie uda kasi komen..Tiap bulan akan diunggah/aplot satu bab dari bukunya EM Bounds tentang doa. Buku ini sudah habis hak ciptanya dan saya terjemahkan sendiri. Mari mampir terus ke blog ini.

    ReplyDelete