Thursday, June 2, 2011

Doa dan Firman Allah (I)

“Betapa seringnya, di Kitab Suci, kita jumpai kata-kata seperti ‘ladang’, ‘benih’, ‘penabur’, ‘penuai’, ‘musim menabur’, ‘musim menuai’! Pemakaian metafora seperti itu menginterpretasi suatu fakta alam oleh perumpamaan tentang kasih karunia. Ladang adalah dunia dan benih yang baik adalah Firman Allah. Entah Firman disampaikan lisan atau tertulis, Firman tetaplah kekuataan Allah yang menyelamatkan. Di pelayanan penginjilan kita, seluruh dunia adalah ladang kita, setiap mahluk adalah obyek usaha kita, dan setiap buku dan traktat, suatu benih Allah.”—DAVID FANT, JR

FIRMAN ALLAH adalah catatan doa—tentang manusia doa dan pencapaian mereka, jaminan Ilahi doa dan pemberian semangat pada mereka yang berdoa. Tak ada orang yang bisa mengerti peristiwa-peristiwa, perintah-perintah, contoh-contoh, beraneka ragam pernyataan yang melibatkan doa dengan hal-hal tersebut, tanpa menyadari bahwa kepentingan Allah dan hasil karyaNya di dunia ini didedikasikan ke doa; bahwa orang yang berdoa telah menjadi deputi Allah di bumi; bahwa orang yang tidak berdoa tidak pernah dipakaiNya.

Penghormatan pada Nama kudus Allah sangat erat hubungannya dengan penghargaan tinggi pada FirmanNya. Pengudusan nama Allah ini; kemampuan melakukan kehendakNya di bumi, seperti di surga; pembangunan dan kemuliaan kerajaan Allah, terlibat banyak di doa, sebanyak seperti ketika Yesus mengajar manusia, Doa Universal. Bahwa “mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu,”(Lukas 18:1) adalah perintah Allah yang fundamental, hari ini, yang sama fundamentalnya seperti ketika Yesus Kristus mengabadikan kebenaran besar itu dalam konteks abadi perumpamaan Janda yang Gigih.

Seperti rumahNya Allah disebut “rumah doa,” (Yesaya 56:7) karena doa adalah tugas sucinya yang paling penting; maka begitu juga Alkitab dapat disebut Buku Doa. Doa adalah tema besarnya dan isi pesannya untuk umat manusia. 

Firman Allah adalah asas, karena memang Firmanlah direktori dari doa iman. “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu,” kata Paulus, “mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” (Kolose 3:16) 

Pada saat Firman Kristus yang berdiam dalam kita dengan kaya, bertransmutasi dan berasimilasi, ia menghasilkan doa. Iman dikonstruksi atas Firman dan Roh, dan iman adalah tubuh dan zat doa. 

Di banyak aspeknya, doa bergantung pada Firman Allah. Yesus berkata :
“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Yohanes 15:7
Firman Allah adalah titik tumpu atas mana tuas doa diletakkan, dan oleh mana banyak hal digerakkan dengan luar biasa. Allah telah mengabdikan diriNya, tujuanNya dan janjiNya pada doa. FirmanNya menjadi asas, ilham doa kita, dan ada keadaan-keadaan yang mana, oleh doa gigih, kita dapat memperoleh penambahan, atau perluasan janjiNya. Dikatakan tentang orang-orang kudus masa silam bahwa mereka, “karena iman memperoleh apa yang dijanjikan.” (Ibrani 11:33) Akan terlihat di dalam doa, tampak kapasitas untuk berjalan melampaui Firman, sampai melampaui janjiNya, ke dalam hadirat terdalam Allah, diriNya sendiri.

Yakub bergumul, tidak banyak melawan suatu janji, sebanyak melawan sang Penjanji. Kita harus pegang erat sang Penjanji, supaya jangan janji itu terbukti sia-sia. Doa dapat diartikan dengan baik sebagai gaya yang memvitalkan dan mengenergikan Firman Allah, dengan memegang erat Allah, diriNya sendiri. Dengan memegang erat sang Penjanji, doa mengisukan ulang dan membuat janji jadi personal. “Tidak ada yang bangkit untuk berpegang kepada-Ku,” inilah ratapan sedih Allah. (Yesaya 64:7) “Biarkan mereka memegang kekuatan-Ku dan mencari damai dengan Aku, ya mencari damai dengan Aku," (Yesaya 27:5—KJV) itulah resep Allah untuk doa.

Oleh jaminan Kitab Suci, doa dapat dibagi ke dalam petisi iman dan penundukkan diri. Doa iman didasari atas Firman tertulis, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Roma 10:17) Iman menerima jawabannya, tak terelakkan—tepat persis hal-hal yang ia doakan. 

Doa penundukkan diri tidak punya perkataan janji definit, memang seperti itulah, tapi memegang erat Allah dengan roh rendah hati dan remuk, dan meminta dan memohonNya, untuk sesuatu yang jiwanya dambakan. Abraham tidak punya janji definit bahwa Allah akan mengampuni Sodom. Musa tidak punya janji definit bahwa Allah akan mengampuni Israel; sebaliknya, ada deklarasi murkaNya dan tujuanNya untuk menghancurkan. Tetapi sang pemimpin saleh memenangkan permohonannya dari Allah, sewaktu ia bersyafaat untuk umat Israel dengan doa tak putus-putusnya dan banyak air mata. Daniel tidak punya janji definit bahwa Allah akan mewahyukannya makna mimpi raja, tetapi ia berdoa spesifik, dan Allah menjawab dengan definit.

Firman Allah dibuat efektif dan operatif, oleh proses dan praktek doa. Firman Allah datang ke Elia, "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada Ahab, sebab Aku hendak memberi hujan ke atas muka bumi." (1 Raja-raja 18:1) Elia memperlihatkan dirinya kepada Ahab; tapi jawaban doanya tidak muncul, hingga ia mendesak doa menyalanya pada Tuhan tujuh kali. 

Paulus punya janji definit dari Kristus bahwa “ia akan diselamatkan dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain,” (Kisah 26:17—KJV) akan tetapi ia malah kita dapati mengajak jemaat Roma dalam suatu gaya tulisan yang urgen dan khidmat tentang hal ini :
Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku, supaya aku terpelihara dari orang-orang yang tidak taat di Yudea, dan supaya pelayananku untuk Yerusalem disambut dengan baik oleh orang-orang kudus di sana. Roma 15:30-31
Firman Allah adalah penolong luar biasa dalam doa. Jika Firman tinggal dan tertulis di dalam hati mereka, Ia akan membentuk arus doa yang mengalir keluar, penuh dan tak terbendung. Janji-janji, yang tersimpan di dalam hati, akan jadi bahan bakar, dari mana doa terima kehidupan dan kehangatan, persis seperti batu bara tersimpan di dalam bumi, melayani untuk kenyamanan kita saat badai dan malam musim dingin. Firman Allah adalah makanan, dengan mana doa dipelihara dan dibuat kuat. Doa, seperti manusia, tidak bisa hidup dari roti saja, “tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4)

Kecuali kekuatan vital doa dipasok oleh Firman Allah, doa, walau sungguh-sungguh, bahkan riuh dalam urgensinya, pada kenyataaanya, lembek, hambar, dan hampa. Absennya kekuatan vital dalam doa, bisa dirunut dari absennya pasokan konstan Firman Allah, untuk membaharui kehidupan (Yesaya 61:4) dan memperbarui hidup. Ia yang mau belajar berdoa dengan baik, harus pertama kali belajar Firman Allah, dan menyimpannya di ingatannya dan pikirannya. 

Ketika kita merujuk Firman Allah, kita dapati bahwa tak ada tugas lebih mengikat dan lebih dituntut selain daripada doa. Di sisi lain, kita temukan bahwa tak ada hak istimewa lebih diagungkan, tak ada kebiasaan hidup lebih kaya lagi yang dimiliki Allah, selain doa. Tak ada janji lebih beradiasi, lebih berlimpah, lebih eksplisit, lebih sering diulang, selain janji berkenaan dengan doa. “Apa saja yang kamu minta” (Matius 21:22) diterima dengan doa, karena “apa saja, apapun juga itu” telah dijanjikan. Tidak ada batas terhadap penyediaan, yang termuat di dalam janji akan doa, dan tidak ada pengecualian dari janji-janji itu. “Setiap orang yang meminta, menerima” (Matius 7:8). Kata-kata Tuhan kita memberi imbas sangat mendekap pada kita : “Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.” (Yohanes 14:14) 

Berikut beberapa pernyataan komprehensif dan detil dari Firman Allah tentang doa, hal-hal yang harus didayakan oleh doa, janji kuat yang dibuat untuk menjawab doa :
“berdoa tiada henti;” (I Tesalonika 5:17—KJV) “bertekunlah dalam doa;” (Kolose 4:2) “segera lanjutkan berdoa;” (Roma 12:12—KJV) “nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur;” (Filipi 4:6) “mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu;” (Lukas 18:1) “manusia harus berdoa di mana-mana;” (1 Timotius 2:8—KJV) “Berdoalah setiap waktu dalam segala doa dan permohonan;” (Efesus 6:18)
Sungguh jelas dan kuat pernyataan di atas yang ditulis di Catatan Ilahi, untuk menyiapkan kita dengan dasar iman yang teguh, dan untuk mendorong, mengharuskan, dan menyemangati kita berdoa! Amat luas bentangan doa, seperti yang diberi ke kita, dalam Pewahyuan Ilahi! Bagaimana ayat-ayat ini menggiatkan kita mencari Allah doa kita, dengan semua keinginan kita, dengan semua beban doa kita!

Sebagai tambahan pada pernyataan tertulis untuk menyemangati kita, Halaman Suci juga dikerumuni fakta, contoh, kejadian, dan observasi, yang menekankan pentingnya dan absolutnya ke-‘harus’-an doa, dan menitik beratkan pada kekuatannya yang sungguh berjaya.
Pencapaian maksimum dan manfaat penuh dari janji melimpah Firman Allah, harus dengan rendah hati diterima oleh kita, dan diuji. Dunia tidak akan pernah menerima manfaat penuh Injil hingga hal ini dilakukan. Tidaklah pengalaman orang Kristen, tidak juga hidup orang Kristen akan menjadi seperti yang seharusnya sampai janji-janji Ilahi ini telah sepenuhnya diuji oleh mereka yang berdoa. Melalui doa, kita bawa janji-janji dari kehendak kudus Allah ke dalam alam aktual dan nyata. Doa seperti batu bertuah (philosopher's stone) yang mentransmutasi janji jadi emas. 
Jika ditanyakan, apa yang harus dilakukan untuk mengubah janji Allah jadi kenyataan, jawabannya, kita harus berdoa, sampai perkataan janji itu ditutup bungkus gaun megah pengabulan doa. 

Janji Allah sama sekali terlalu besar untuk dikuasai oleh doa tak karuan. Saat kita menguji diri sendiri, terlalu sering, kita ketahui bahwa doa kita tidak bangkit mengatasi tuntutan situasi; sedemikan terbatasi sehingga doa sedikit lebih baik dari oasis belaka di tengah tanah gersang dan gurun pasir dosa dunia. Siapa dari kita, di dalam doanya, menyamai janji Tuhan kita ini :
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa.”  Yohanes 14:12
Amat komprehensif, amat jauh pencapaian, sungguh sangat mendekap! Betapa banyaknya hal ini untuk kemuliaan Allah, betapa banyaknya untuk kebaikan manusia! Betapa banyaknya manifestasi kuasa takhta Kristus, betapa banyaknya upah bagi iman yang berlimpah! Dan betapa besar dan mempesonanya hasil yang bisa dibuat berbunga-bunga dari praktek yang sepadan dengan doa mempercayai!

Lihatlah, barang sejenak, pada janji besar Allah lainnya, dan dapati bagaimana kita dapat ditunjang oleh Firman saat kita berdoa, dan di atas batu pijakan apa kita dapat berdiri, atas mana memberi petisi kita ke Allah kita:
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:7)
Di kata-kata komprehensif ini, Allah menyerahkan diriNya pada keinginan umatNya. Saat Kristus menjadi semua di dalam semuanya kita, doa menaruh harta karun Allah di kaki kita. Kekristenan primitif punya solusi mudah dan praktis terhadap situasi dan memperoleh semua yang Allah harus berikan. Solusi simpel dan ringkas itu dicatat di surat pertama Rasul Yohanes :
“Dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” (1 Yohanes 3:22)
Doa, digandeng dengan ketaatan oleh kasih, adalah jalan untuk menguji janji Allah dan membuat doa menjawab semua harapan dan semua hal. Doa digabungkan ke Firman Allah, menguduskan dan menyucikan semua pemberian Allah. Doa bukanlah supaya sekedar mendapat sesuatu dari Allah, tapi untuk membuat hal-hal itu kudus, yang sudah diterima dariNya. Doa bukanlah sekedar mendapat berkat, tapi juga agar bisa memberi berkat. Ia membuat hal-hal biasa menjadi suci dan hal-hal sekuler jadi kudus. ia menerima hal-hal dari Allah dengan pengucapan syukur dan menguduskannya dengan hati bersyukur, dan ibadah khusyuk.  

Di surat pertama ke Timotius, Paulus memberi kita kata-kata ini :
Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa. 1 Timotius 4:4-5

Ayat itu adalah pernyataan negatif atas pertapaan picisan (asketisme). Pemberian Allah yang baik harusnya kudus, bukan hanya oleh kuasa kreatif Allah, tetapi juga karena mereka dibuat kudus untuk kita oleh doa. Kita menerimanya, menguntukkannya, dan menyucikannya dengan doa.

Melakukan kehendak Allah, dan mempunyai FirmanNya tinggal di dalam kita, bersifat imperatif untuk doa mujarab. Namun, dapat ditanyakan, bagaimana kita tahu apa kehendak Allah?  Jawabannya, dengan mempelajari FirmanNya, menyimpannya di hati kita, dan membiarkan Firman berdiam di dalam kita dengan melimpah. “Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang.” (Mazmur 119:130)

Untuk mengetahui kehendak Allah dalam doa, kita harus dipenuhi dengan Roh Allah, yang bersyafaat untuk orang-orang kudus, dan di dalam orang-orang kudus, sesuai kehendak Allah (Roma 8:27). Untuk dipenuhi dengan Roh Allah, untuk dipenuhi dengan Firman Allah, sama artinya mengetahui kehendak Allah. Artinya kita harus ditaruh di dalam kerangka berpikir sedemikian, didapati dalam keadaan hati sedemikian, yang akan memampukan kita membaca dan menafsirkan tepat tujuan Sang Infinit. Kepenuhan hati seperti itu, dengan Firman dan Roh, memberi kita wawasan ke dalam kehendak Bapa, dan memampukan kita menilai dengan benar kehendakNya, dan menaruh di dalam kita, suatu kecondongan pikiran dan hati untuk menjadikan kehendakNya petunjuk dan kompas hidup kita. 

Epafras berdoa supaya orang-orang Kolose, “berdiri teguh dengan segala hal yang dikehendaki Allah.” (Kolose 4:12) Ini bukti positif bahwa, tidak hanya harus kita ketahui kehendak Allah, tetapi juga kita harus mengetahui segala hal yang dikehendaki Allah. Dan tidak hanya harus kita ketahui semua kehendak Allah, tapi kita harus melakukan semua kehendak Allah. Kita harus, selain itu, melakukan kehendak Allah, tidak kadang-kadang, atau hanya impuls sesaat saja, tetapi dengan tabiat yang dibiasakan terus menerus. Lebih jauh lagi, hal ini menunjukkan kita bahwa kita harus tidak hanya melakukan kehendak Allah secara eksternal, tetapi dari hati, melakukannya dengan riang, tanpa keengganan, atau keseganan tersembunyi, tanpa undur diri dari atau tanpa menahan diri dari hadirat intim Tuhan. 
sumber : bab 12 buku 'The Necessity of Prayer' oleh E.M. Bounds

No comments:

Post a Comment